AS-China “Mau Perang” di Laut China Selatan, Begini Sikap RI

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Tensi di wilayah perairan Laut China Selatan (LCS) meningkat dalam beberapa hari terakhir. Kabar terbaru menyebutkan India dan Filipina merapat ke AS di LCS dengan dalih untuk menjaga ‘keseimbangan’ di teritori tersebut.

Ini membuat China terus menjadi sorotan dan dipepet diperairan tersebut. Ini membuat eskalasi konflik anti-China berpotensi terjadi.

Saat China sedang melangsungkan latihan militer di kawasan yang disengketakan di LCS pada 1 hingga 5 Juli 2020, AS mengirimkan dua kapal induk (aircraft carrier) ke wilayah sengketa tersebut pada 4 Juli. Langkah yang diambil AS dinilai sebagai bentuk dukungan Negeri Paman Sam terhadap kebebasan jalur LCS.

“Amerika Serikat ingin mengirimkan pesan bahwa mereka belum mundur dan masih melakukan hal tersebut” kata Gregory Poling dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) kepada CNBC International.

AS bahkan meluncurkan pesawat bomber B-52H dan dua kapal induk Nimitz dan USS Ronald Reagon ke LCS. Sedangkan China menyiagakan senjata anti pesawat terbang seperti rudal DF-21D dan DF-26 kawasan ini.

Di sisi lain, melalui Juru Bicara Kementerian Pertahanan Ren Guoqiang, China menyebut bingung dengan tuduhan AS. Bahkan mengatakan pihak AS sepenuhnya mengabaikan fakta dan mengacaukan “yang ” dalam upaya mendorong pertikaian antara negara-negara kawasan demi keuntungannya sendiri.

“Kami sangat tidak puas dengan hal itu dan mengekspresikan posisi tegas kami,” kata Ren dikutip dari Xinhua, sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, Jumat (10/7/2020).

Ren mengatakan memang China melakukan latihan di salah satu wilayah LCS. Namun, itu adalah latihan tahunan yang sudah dijadwalkan dan tidak menargetkan negara tertentu.

Ren mengatakan situasi LCS sebenarnya sudah stabil dan berubah menjadi lebih baik berkat upaya bersama Cina dan negara-negara ASEAN. Namun aksi AS mengirim sejumlah besar pesawat dan kapal canggih ke LCS jadi aksi provokasi yang mengancam perdamaian dan stabilitas regional.

“Kami berharap pihak AS dapat merefleksikan perilakunya, menghentikan provokasi militer di Laut Cina Selatan dan menghentikan tuduhannya yang tidak berdasar terhadap pihak China,” katanya lagi.

India yang juga sedang berkonflik dengan China di perbatasan Himalaya dikabarkan ingin melakukan kegiatan navigasi di wilayah perairan LCS. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenza.

Saat China melakukan latihan militer di LCS, Filipina menjadi waspada dan siap memberikan teguran keras kepada China jika sampai mengganggu teritorinya. Filipina mengaku India untuk datang ke wilayah tersebut.

“Kami tidak mencegah negara lain melewati atau melakukan hal-hal di sana di Laut China Selatan. Inggris memang melewati Laut China Selatan. Prancis, semua negara lain. Kami tidak mengundang mereka untuk datang,” kata Lorenzana.

Untuk itu, ia mengatakan bahwa Filipina dan India bisa bergandengan tangan untuk melawan sikap tegas China di Laut Cina Selatan, katanya, sebagaimana dilaporkan Eurasian Times, Selasa (7/7/2020).

Meski belum ada pernyataan resmi dari India. Ungkapan Lorenzana tersebut diutarakan setelah Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan diskusi dan memutuskan untuk memperluas kemitraan strategis dengan Filipina di LCS.

Ketegangan yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir membuat ramalan perang kedua negara di LCS makin nyata. Sejumlah pemgamat internasional mengatakan friksi keduanya di LCS bisa menyulut konfrontasi langsung.

Lalu bagaimana sikap Indonesia?

Hal ini pun mau tak mau membuat Kementerian Pertahanan RI angkat bicara. Indonesia menegaskan tidak akan memihak siapapun jika perang terjadi antar kedua negara.

“Itu merujuk dan berpijak pada konstitusi kita, yaitu terlibat dalam ketertiban umum kemudian ketertiban dunia, kemudian menjaga perdamaian abadi, kemudian menghormati kemerdekaan. Itu posisi kita,” jelas Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simajuntak pada CNBC Indonesia dalam wawancara Squawk Box.

“Kemudian kedua, tentu posisi kita juga adalah posisi bebas aktif. Kita kan tidak terkait dengan Pakta Pertahanan manapun. Kita tidak pernah bergabung dengan Pakta Pertahanan manapun sehingga posisi kita tentu adalah menjaga jarak yang sama, kedekatan yang sama, dengan semua negara di dunia.”

Meski demikian, ia berujar Indonesia sendiri cukup siaga untuk mengantisipasi jika terjadi konflik. Terutama menjaga NKRI.

“Terkait dengan misalnya makin panasnya Laut China Selatan, untuk menjaga, secara teknis kedaulatan kita tentu angkatan laut, angkatan udara sudah terus berjaga di Laut Natuna. Itu upaya berjaga-jaga. Tapi kemudian posisi kita tentu adalah posisi peace maker,” jelasnya. (cnbc)

 

Komentar