JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa dalam negosiasi terbaru soal kerja sama perdagangan, Amerika Serikat (AS) memberikan tekanan khusus kepada Indonesia untuk menerapkan kebijakan tarif yang dianggap seimbang.
Dalam keterangan pers dari Washington DC pada Jumat, 18 April 2025, Airlangga menyatakan bahwa AS, melalui Menteri Perdagangan Howard Lutnick, secara terang-terangan meminta agar struktur tarif Indonesia tidak lagi dianggap berat sebelah. Hal ini bagian dari upaya Negeri Paman Sam menekan defisit perdagangannya dengan RI.
“Mereka ingin agar struktur tarifnya bisa disebut adil atau berimbang,” ujar Airlangga.
Sebagai tanggapan, pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Airlangga menyebut, Indonesia juga mengajukan permintaan agar AS memberikan perlakuan serupa terhadap setidaknya 20 produk ekspor unggulan dari Indonesia. Tujuannya, agar tarif untuk produk-produk itu tidak lebih mahal dibandingkan yang dikenakan kepada negara kompetitor.
“Kami ingin tarif ekspor Indonesia tidak kalah bersaing dengan negara lain,” tegasnya.
Tak hanya soal tarif, AS juga mengangkat persoalan hambatan non-tarif yang menurut mereka masih mengganggu kelancaran perdagangan. Menanggapi hal itu, pemerintah RI telah mengirim dokumen resmi yang menandakan kesiapan untuk menyederhanakan prosedur impor dari AS.
Isu lain yang turut menjadi sorotan adalah kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Menurut Airlangga, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan agar sistem TKDN dibuat lebih fleksibel dan berbasis insentif, bukan sekadar kewajiban teknis.
“Presiden menginstruksikan agar TKDN diarahkan pada sistem insentif, bukan paksaan,” jelasnya. Ia mencontohkan sektor seperti pusat data (data center), yang menurut AS tidak bisa serta merta tunduk pada mekanisme TKDN karena sifatnya tidak berbasis ekspor-impor.
Pemerintah kini tengah mengevaluasi penerapan TKDN, terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Namun, sektor lain untuk saat ini masih belum akan mengalami perubahan kebijakan.
Langkah Indonesia ini juga sejalan dengan negosiasi dagang lainnya, termasuk dalam kerangka perjanjian dagang besar seperti EU-CEPA. Artinya, strategi insentif TKDN ini bersifat menyeluruh dan bukan hanya ditujukan untuk AS.
Sebagai catatan, AS kini menerapkan tarif impor tinggi terhadap sejumlah produk Indonesia, mencapai hingga 32 persen. Hal ini dilatarbelakangi oleh ketimpangan neraca dagang pada 2024, di mana Indonesia mencatat surplus sebesar 14,34 miliar dolar AS terhadap Amerika.
Komentar