Aturan Pendidikan Capres-Cawapres Digugat Lagi ke MK, Tiga Warga Tantang UU Pemilu

JurnalPatroliNews – Jakarta – Syarat pendidikan minimal untuk calon presiden dan wakil presiden kembali menjadi sorotan publik. Tiga warga menggugat Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), menilai ketentuan tersebut tak lagi relevan dengan tuntutan kepemimpinan nasional.

Pantauan awake media melalui laman resmi Mahkamah Konstitusi (mkri.id) pada Senin, 2 Juni 2025, menunjukkan adanya perkara baru yang sudah tercatat secara resmi. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor perkara 87/PUU-XXIII/2025.

Tiga pihak yang tercatat sebagai Pemohon yakni Hanter Oriko Siregar dan Daniel Fajar Bahari Sianipar—keduanya konsultan hukum—serta Horison Sibarani, seorang mahasiswa.

Mereka mempersoalkan isi Pasal 169 huruf r UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur bahwa capres dan cawapres hanya diwajibkan berpendidikan minimal setingkat SMA atau sederajat, seperti Madrasah Aliyah dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Menurut para Pemohon, ketentuan ini terlalu longgar dan berpotensi membuka peluang terpilihnya pemimpin nasional yang tidak memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

Dalam permohonan mereka, Pemohon menyoroti bahwa lulusan setingkat SMA umumnya belum dibekali dengan pemahaman mendalam tentang tata kelola pemerintahan, kebijakan publik, hingga manajemen pengambilan keputusan.

Mereka juga menilai lulusan dengan tingkat pendidikan yang minim cenderung lemah dalam berpikir kritis, etika politik, dan integritas, yang semua itu diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan.

Gugatan ini menyebutkan bahwa apabila seorang pemimpin negara tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, maka dampaknya bisa sangat luas. Mulai dari kebijakan yang tidak tepat sasaran, potensi konflik kepentingan, hingga meningkatnya peluang terjadinya korupsi.

Tak hanya itu, Pemohon juga menyoroti efek domino yang bisa terjadi: mulai dari rusaknya citra pemerintahan, penurunan kepercayaan publik, hingga implikasi ekonomi seperti meningkatnya pengangguran, perlambatan investasi, dan ketergantungan pada utang luar negeri.

Perkara ini dijadwalkan akan mulai disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidang pendahuluan yang digelar Selasa, 3 Juni 2025, di Gedung MK RI, Jakarta Pusat.

Gugatan ini menjadi refleksi dari meningkatnya ekspektasi publik terhadap kualitas pemimpin nasional di masa depan. Apakah Mahkamah Konstitusi akan mengubah aturan main pencalonan presiden dan wakilnya? Semua akan bergantung pada proses dan pertimbangan konstitusional yang akan berlangsung ke depan.

Komentar