Benny Wenda Mengaku Terancam Militer Indonesia, Minta PBB Peduli! : Kami Mengalami Pembunuhan Harian!

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang mendeklarasikan diri sebagai Presiden Republic of West Papua (Republik Papua Barat), Benny Wenda merasa dirinya dan kelompok binaannya terancam oleh militer Indonesia. 

Dia pun mendesak Unites Nations atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menunjukkan kepeduliannya.

Desakan Benny Wenda tersebut ditujukan kepada Pelapor Khusus PBB setelah eskalasi serius dalam apa yang dia sebut ancaman dari pemerintah Indonesia terhadap ULMWP dan pendukungnya setelah angkat senjata sekitar satu dekade dalam upaya untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan yang kemudian dideklarasikan dalam bentuk pemerintahan sementara, Selasa (01/12/2020) lalu.

Hal ini menyusul pernyataan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada 30 November di Bangkok yang menyerukan Indonesia untuk menyikapi tuntutan historis masyarakat Papua Barat setelah meningkatkan kekerasan di wilayah tersebut.

Dalam pengumumannya, ULMWP memilih Benny Wenda sebagai presiden sementara. Benny Wenda saat ini sedang berada di pengasingan di Inggris Raya dan mendapat suaka politik setelah merasa dianiaya oleh pemerintah Indonesia karena kepemimpinannya atas ULMWP.

Tanggapan oleh pemerintah Indonesia terhadap deklarasi pemerintah sementara Papua Barat cepat dan tegas. Para pejabat Indonesia di level tinggi telah memberi label tindakan ULMWP sebagai pengkhianatan atau makar.

“Di mata PBB, Indonesia menginvasi tanah saya pada tahun 1963. Hari ini, kami meminta PBB untuk menegakkan tanggungjawab bersejarah kepada rakyat saya di Papua Barat. Kami mengalami pembunuhan harian sebagai akibat dari kegagalan historis PBB, dan meminta hanya agar itu melindungi kami dari konsekuensi tindakannya sendiri. Komisioner Tinggi PBB harus diizinkan melakukan kunjungan ke Papua Barat, sesuai dengan seruan 82 negara,” bunyi pernyataan Wenda, yang diterbitkan ULMWP.

Desakan kepada PBB juga disuarakan pengacara HAM internasional Jennifer Robinson dan Cambridge Pro Bono Project atas nama Benny Wenda dan ULMWP.

Robinson menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak rakyat Papua Barat atas hidup, kebebasan berekspresi, majelis damai dan asosiasi, sejalan dengan kewajiban internasionalnya.

Pihaknya juga menyerukan Pemerintah Inggris untuk mematuhi kewajiban internasionalnya untuk melindungi Benny Wenda dari ancaman yang meningkat oleh pemerintah Indonesia, yang dia sebut mungkin berfungsi dengan baik untuk menghasut aksi main hakim sendiri terhadap Benny Wenda dan keluarganya.

“Pejabat Indonesia di tingkat tertinggi telah membuat ancaman serius terhadap Benny Wenda, ULMWP dan anggota dan pendukungnya di Papua Barat. Kami mendesak PBB untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap Indonesia, mengingat kekerasan yang meningkat, sejumlah penangkapan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam setahun terakhir, dan risiko terjadinya kekerasan dan penangkapan lebih lanjut terhadap masyarakat Papua Barat yang melanggar kewajiban internasional Indonesia,” kata Robinson, yang dilansir di situs Doughty Street Chambers (DSC), (16/12/2020).

Sebelumnya, dalam webinar “Sinergi Anak Bangsa Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara dari Aksi Separatisme di Dunia Maya” pada Sabtu (21/11/2020), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menilai Benny Wanda dan pengacara HAM Veronica Koman merupakan dua sosok yang kerap mengembuskan isu separatisme di dunia maya.

Menurut Hadi, negara harus mengantisipasi gerakan dua orang tersebut dan pihak-pihak serupa agar Indonesia bisa maju sebagai bangsa yang besar.

Dia mengatakan ada sejumlah wujud propaganda di dunia maya. “Antara lain berupa, pertama, dengan menyebarkan berita bohong yang mendiskreditkan pemerintah, dengan sasaran utama adalah masyarakat awam dan generasi muda yang haus informasi, tidak terbiasa menyaring setiap informasi dari dunia maya, dan mudah terbakar emosinya,” kata Hadi.

Kedua, kata Hadi, memprovokasi masyarakat dengan mengeksploitasi isu terkait SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) seperti penistaan terhadap tokoh masyarakat, tokoh agama, perlakuan etnis tertentu, ataupun kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Ketiga, menyebarkan isu-isu sosial dan isu separatisme berbahasa Inggris untuk mencari simpati dan dukungan politik dari dunia internasional. “Seperti yang dilakukan Benny Wenda dan Veronica Koman,” kata Hadi.

Panglima Hadi meminta masyarakat untuk bersatu demi melawan pihak-pihak tersebut. “Apabila kita tidak mampu mengantisipasi adanya upaya separatisme di dunia maya ini, maka kita telah jauh tertinggal,” katanya.  (bizlaw)

Komentar