Beri Satu Peluru Untuk Indonesia Bersih

Korupsi di kita menjadi sulit diberantas, kareana mekanisme penganggaran yang berlaku hingga sekarang. komponen-komponen anggaran Kementrian yang kemudian diajukan kepada Bappenas, serta minta persetujuan DPR untuk kemudian di due-diligence oleh departemen keuangan untuk bisa dicantumkan sebagai mata anggaran tahun depan adalah sebuah proses yang panjang, berbelit dan makan biaya, tidak gratisan. Dalam prakteknya sepanjang jalur tersebut, ada ongkos yang digunakan untuk meloloskan menjadi mata anggaran. Jadi setiap mata anggaran yang ada berarti sudah ada yang yang mengawal, tegasnya  sudah ada “pemilik” nya atau inisiatornya walaupun tidak resmi / tidak formal tercantum.

Disisi lain, janganlah kita salah memahami realita yang tergelar dilapangan, seperti azas loyalitas yang sudah terbukti berpuluh-puluh tahun, itu mahal harganya dan tidak mudah dipatahkan begitu saja. Tidak mudah untuk orang baru atau pemain baru untuk masuk. Seperti Tender umpamanya,  bukankah yang sejatinya cuman tender-tenderan. Semuanya diatur rapi dan bagi-bagi “uang kalah” dan “uang diam” istilahnya. Semua orang juga tahu itu, jadi tidak mudah untuk pemain baru main selonong saja. Artinya model yang begini bukanlah kesalahan orang perorang, ini adalah persoalan konsep yang dikembangkan dalam pengelolaan negara, walaupun tidak melalui aturan tertulis dan apalagi sudah berjalan berpuluh-puluh tahun.

Yang berani “nembak diatas kuda” itu biasanya pemain baru yang didukung penguasa baru atau pihak yang punya kekuatan tertentu, kalau cuma maju sendiri tentu tidak akan menang. Dan cara yang demikian tak lebih seperti “perang antar gang” pada film-film Mafia. Hasilnya bisa diduga, yaitu “kompromi antar gang” yang artinya ongkos di depan lebih besar lagi, yang artinya akan mengurangi jatah dana yang sesungguhnya untuk rakyat. Dan  apalagi kalau urusannya duit dalam jumlah besar, Media pun ikut bermain sehingga membuat suasana tambah seru. Gang Mafia saling mengancam mau membongkar namun ada “deal” terlebih dahulu.

Tehnik- Tehnik Korupsi.

Adapun tehnik korupsi dilakukan melalui dan atau dalam: (1) Ketertutupan Informasi. Informasi mengenai proyek hanya ”diperjual-belikan” kepada kalangan terbatas yang sudah menjadi kongsinya selama ini. (2) Membidani proyek: setiap proyek di Departemen/ Pemda/ BUMN umumnya sudah ada “pemilik” nya, yaitu pihak yang membiayai “ongkos bawah meja”, penyiapan proposal, dll sampai dengan proposal tersebut diterima oleh Bappenas dan Kemenkeu. (3) Tender-tenderan: Tender pada hakikatnya Permainan Sandiwara semata, dimana peserta tender ada beberapa yang sudah pasti jadi ”penganten”, sementara yang lainnya hanyalah ”pager ayu” yang dibayar. (4) Tukar Guling (Cross KKN): proyek di suatu departemen A diberikan kepada “keluarga” birokrat departemen B, sebaliknya proyek dari departemen B diberikan kepada “keluarga” birokrat departemen A tadi, sehingga guritanya sudah sangat sulit dilacak. (5) Tarif “membidani proyek” dengan prosentase biaya yang besar. Biaya itu dialokasikan untuk mulai dari departemen pencipta proyek (project creator) dan semua pihak yang terkait sampai pengesahan menjadi Anggaran. Perusahaan yang “membidani proyek” pun, selain mengeluarkan biaya siluman tadi, masih harus melayani (membiayai) segala kebutuhan pemilik proyek (departemen) sebelum dana proyek cair.  (6) Resiko “membidani proyek” juga tinggi, terutama apabila ada pergantian pejabat di departemen dimana proyek ini diciptakan. Maka, ongkos menjadi semakin tinggi untuk pejabat baru. (7) Sistem “Mitra Lokal” bagi Investor adalah awal dari keruwetan suatu proyek. Karena tugas “Mitra Lokal” adalah mengeluarkan biaya siluman yang cukup besar untuk para pejabat guna didapatkannya surat-surat, perijinan, macam-macam dokumen, preliminary study, dan lain-lainnya, baru kemudian proyek siap ditawarkan kepada investor. (8) Praktek simbiose antara Pemegang Kapital dengan Penguasa yang dikenal dengan istilah Oligharki. Memang betul, bukan korupsi Dana APBN karena melanggar SOP dalam tata kelola APBN, tapi korupsi model ini justru yang merusak sendi-sendi demokrasi, kebangsaan dan bahkan kemanusiaan. Dan masih banyak lagi tehnik korupsi lainnya.

Cara Extra Berani Agar Tidak Gagal Dalam Memerangi Korupsi.

Bahwa penyebab utama tata kelola negara menjadi amburadul adalah karena UUD yang asistemik dan akonstitutif serta belum ber “DNA” Pancasila, telah membuat korupsi di NKRI telah menjadi budaya elit bangsa (Mengutamakan Rakyat, Saurip Kadi, 2007). Disanalah, maka korupsi tidak mungkin dapat dieliminasi hanya dengan cara-cara sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh 2 Presiden sebelumnya. Sangat tidak mungkin “membersihkan lantai dengan sapu kotor” dan apalagi kalau korupsi itu sendiri justru dijadikan sarana untuk membungkam “Lawan Politik” yang bergabung dalam kabinet nya. Fakta membuktikan justru sebaliknya, dimana korupsi  begitu masivenya dan bahkan korupsi dilakukan dengan berjamaah.

Komentar