JurnalPatroliNews – Jakarta – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengingatkan masyarakat Indonesia untuk lebih bijak menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) menyusul ketegangan geopolitik yang memanas di kawasan Timur Tengah. Konflik bersenjata antara Iran dan Israel, yang turut menyeret Amerika Serikat, diyakini berpotensi memicu krisis energi global.
Salah satu risiko terbesar saat ini adalah kemungkinan ditutupnya Selat Hormuz oleh Iran. Jalur strategis ini merupakan rute utama sekitar 20% distribusi minyak mentah dan BBM dunia. Jika benar-benar tertutup, harga minyak dunia diprediksi bisa melonjak hingga menembus angka US$ 100 per barel.
Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia tentu akan sangat merasakan dampaknya. Terlebih, cadangan BBM nasional saat ini hanya cukup untuk kebutuhan operasional dalam jangka pendek.
“Per 16 Juni 2025, stok BBM nasional masih relatif aman. Pertalite tersedia untuk 21 hari, Pertamax untuk 29 hari, dan Solar cukup untuk 19 hari ke depan,” ujar Saleh Abdurrahman, Anggota Komite BPH Migas, dikutip dari CNBC Indonesia.
Meski situasinya belum masuk kategori kritis, masyarakat tetap diimbau melakukan penghematan. Pasalnya, gangguan suplai global bisa menyebabkan lonjakan harga serta keterbatasan distribusi dalam negeri, yang kemudian akan berujung pada tekanan fiskal.
Putra Adhiguna, analis energi dari Institute of Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), menyoroti risiko membengkaknya subsidi energi. Jika harga minyak terus naik, beban terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan semakin berat.
“Kondisi seperti ini menunjukkan urgensi peralihan ke kendaraan listrik dan dapur berbasis listrik. Ini bukan sekadar tren, tapi solusi strategis jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada BBM dan LPG,” tegas Putra.
Ia juga menyarankan agar pemerintah memperkuat sistem cadangan energi nasional agar lebih tahan terhadap gejolak geopolitik. “Saatnya Indonesia punya pandangan jangka panjang dan memperkuat ketahanan energi, bukan hanya menambal subsidi setiap kali krisis datang.”
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor migas Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$ 36,27 miliar, meningkat dari US$ 35,83 miliar di tahun sebelumnya. Rinciannya, impor minyak mentah turun tipis ke US$ 10,35 miliar dari US$ 11,14 miliar, sementara impor produk BBM naik menjadi US$ 25,92 miliar dari sebelumnya US$ 24,68 miliar.
Kekhawatiran makin bertambah ketika pada Senin pagi (23/6/2025), harga minyak dunia melonjak tajam usai Iran menutup akses Selat Hormuz sebagai balasan atas serangan udara AS ke tiga situs nuklir utamanya: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Situasi ini menjadi pengingat serius akan pentingnya transisi energi dan diversifikasi pasokan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah krisis global.
Komentar