Dampak Perseteruan, AS Bakal Hapus Peg Dolar Hong Kong Terhadap Dolar AS

JurnalPatroliNews – Jakarta – Serangan demi serangan terus dilancarkan Amerika Serikat (AS) pada China di tengah perselisihan kedua negara terkait Hong Kong. Terbaru, beberapa penasihat top untuk dikabarkan menyarankan agar AS menghapus patokan (peg) dolar Hong Kong terhadap dolar AS.

Pertimbangan itu merupakan salah satu bentuk hukuman yang ingin dijatuhkan AS pada China karena telah menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong. Langkah China itu dianggap AS menyalahi aturan dan berisiko menggerogoti kebebasan yang dimiliki kota khusus China itu.

Pematokan (peg) dolar sendiri dilakukan dengan tujuan agar mata uang Hong Kong lebih stabil atau tidak berfluktuasi secara tajam.

Namun demikian, menurut laporan Bloomberg pada Rabu (8/7/2020), gagasan untuk menghapuskan patokan dolar Hong Kong itu masih berupa diskusi di kalangan penasihat Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan belum diangkat di antara pejabat senior Gedung Putih. Oleh karenanya hal itu belum menjadi salah satu pertimbangan serius, kata beberapa orang sumber yang turut membahas masalah tersebut.

Di sisi lain, proposal itu telah mendapat penolakan dari beberapa pejabat lain dalam pemerintahan. Hal itu karena langkah tersebut dikhawatirkan hanya akan merugikan bank-bank Hong Kong dan AS, bukan China, kata mereka. Sementara pejabat lainnya mengatakan bahwa menghapus patokan dolar Hong Kong mungkin merupakan bentuk hukuman yang jauh lebih ringan dari yang sedang dibahas saat ini.

“Gagasan (yang jauh lebih berat) itu termasuk membatalkan perjanjian ekstradisi AS-Hong Kong dan mengakhiri kerja sama dengan polisi Hong Kong,” kata sumber itu.

Sekretaris keuangan Hong Kong, Paul Chan mengatakan bahwa pematokan dolar didukung oleh sekitar US$ 440 miliar cadangan devisa. Jumlah itu setara sekitar lebih dari dua kali uang yang beredar di kota itu, katanya kepada China Central Television.

Hong Kong sendiri telah mematok mata uangnya ke dolar AS sejak tahun 1983. Langkah ini menjaga gerak atau fluktuasi mata uang itu dalam kisaran 7,8 per dolar AS. Mata uang kota itu bisa tetap kuat karena dipengaruhi penguatan dolar AS, permintaan untuk penjualan saham perusahaan China dan aliran persisten ke pasar ekuitas lokal.

Menanggapi kabar tersebut, Xia Le, kepala ekonom Asia di BBVA Hong Kong, mengatakan bahwa jika AS benar mempertimbangkan langkah tersebut, maka hal itu akan semakin membahayakan hubungan AS-China, dan pada akhirnya merugikan AS sendiri.

“Proposal itu adalah senjata seperti nuklir dan berisiko memutus hubungan China dan AS secara penuh jika digunakan,” kata Xia. “Secara teknis sulit untuk diterapkan, dan itu akan sangat merugikan AS.”

Hubungan AS-China menjadi semakin renggang setelah kedua negara berselisih soal Hong Kong. Di mana AS menentang langkah China yang menerapkan UU Keamanan Nasional karena menganggap langkah China membahayakan kebebasan Hong Kong.

UU yang berisi tujuh pasal tersebut dipandang bakal memberi jalan bagi China untuk memperkuat kendalinya atas kota administrasinya itu. Aturan itu dianggap salah oleh banyak pihak lantaran saat ini kebebasan Hong Kong dari China telah dijamin.

Jaminan bagi Hong Kong memperoleh kebebasan telah disepakati oleh China dan Inggris dalam aturan “satu negara, dua sistem” menjelang Hong Kong diserahkan oleh Inggris kembali ke China pada tahun 1997. Di bawah aturan itu, otonomi Hong Kong dari China dijamin untuk 50 tahun sejak tahun kesepakatan.

(lk/*)

Komentar