Dari Hukum Newton ke Pembangunan Prabowo: Saatnya Reformasi Sistem Pembiayaan Infrastruktur

Tanpa reformasi kelembagaan seperti ini, berbagai rencana untuk mengisi viability gap dalam proyek-proyek infrastruktur hanya akan menjadi dokumen tanpa daya dorong. Saatnya kita berhenti berputar di level retorika teknokratis dan masuk ke fase aksi institusional.

Sebagaimana China Development Bank atau KfW di Jerman, Indonesia membutuhkan entitas yang bisa menjadi kekuatan pendorong, bukan penonton, dalam proses akselerasi pembangunan. Bukan sekadar menjembatani kekurangan dana, tapi memastikan pembangunan infrastruktur menjadi bagian integral dari transformasi ekonomi nasional.

Untuk menutup pandangan ini, saya ingin mengangkat prinsip fisika klasik lainnya—prinsip aksi minimum:
“Dari semua jalur yang mungkin, sistem akan memilih jalur yang meminimalkan aksi.”

Dalam konteks kebijakan publik, aksi adalah hasil dari sinergi antara visi, kelembagaan, pembiayaan, dan eksekusi. Jika kita memilih jalur yang salah—penuh hambatan, tidak efisien, dan tanpa arah—maka energi kita akan terbuang sia-sia. Kita akan kehilangan momentum sejarah.

Indonesia tidak butuh lebih banyak gaya. Yang dibutuhkan adalah massa—sebuah sistem yang sanggup menyerap gaya dan mengubahnya menjadi gerak nyata. Dan inilah saatnya kita menciptakan massa itu. Momentum ICI 2025 bukan sekadar konferensi, tetapi panggilan untuk mengubah konsep menjadi institusi, dan mimpi menjadi realitas pembangunan.

Komentar