Densus 88: Perkuat Peran Keluarga dan Sekolah untuk Cegah Radikalisme

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kepala Tim Pencegahan Densus 88 Anti Teror Polri, Kompol Agus Isnaini, menekankan bahwa langkah preventif menjadi kunci utama dalam memutus rantai terorisme yang terus bermunculan di Indonesia. Menurutnya, kekuatan utama dalam pencegahan bukan hanya dari aparat, tetapi harus melibatkan keluarga, sekolah, dan institusi strategis lainnya.

“Kalau hanya diserang secara represif, ekstremisme tidak akan pernah benar-benar padam. Kita butuh gerakan menyeluruh yang bersifat mencegah,” ujar Agus saat menghadiri diskusi film Kembali ke Titik di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Agus mengungkapkan, Densus 88 telah mengembangkan tiga pendekatan strategis dalam pencegahan radikalisme. Pilar pertama adalah penguatan keluarga, mengingat keluarga merupakan pengaruh terdekat dan paling kuat dalam membentuk nilai-nilai seseorang, termasuk mencegah mereka terjerumus dalam ideologi kekerasan.

Pendekatan kedua menyasar lingkungan pendidikan, terutama sekolah menengah. Berdasarkan data yang dihimpun Densus 88, banyak pelaku teror mulai mengenal paham ekstrem sejak masa sekolah. Bukan karena guru mengajarkan hal itu secara langsung, melainkan karena pengaruh alumni yang telah terpapar ideologi radikal dan kembali ke sekolah melalui jalur kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, Magrib Mengaji, atau Paskibra.

“Awalnya mereka baik-baik saja. Tapi setelah masuk ke lingkungan kampus atau komunitas tertentu, mereka berubah dan membawa kembali pengaruh itu ke sekolah asalnya,” jelas Agus.

Oleh sebab itu, Polri mengingatkan pentingnya pengawasan ekstra terhadap kegiatan di luar kurikulum, agar tidak menjadi celah masuknya paham berbahaya.

Langkah ketiga adalah membangun sinergi dengan lembaga-lembaga kunci seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Agus, kolaborasi ini penting untuk menanamkan semangat kebangsaan secara masif dan berkelanjutan.

“Peran aktif kepala sekolah, guru, dan semua pihak terkait sangat dibutuhkan untuk membekali siswa dengan kemampuan menangkal paham radikal,” ujarnya.

Agus juga menyampaikan bahwa dari hasil investigasi, tidak semua pelaku teror benar-benar memahami aksi yang mereka lakukan. Banyak dari mereka terjebak karena manipulasi ideologis. Oleh karena itu, strategi pencegahan harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih edukatif dan menyentuh akar permasalahan.

Komentar