Depresiasi Rupiah Capai Rp16.360 per Dolar AS, Bisnis Ritel Kritis?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan, memberikan dampak signifikan pada sektor ritel di Indonesia. Sejak awal Oktober 2024 hingga pertengahan Januari 2025, rupiah mengalami tren pelemahan yang cukup tajam. Bahkan, pada 17 Januari 2025, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp16.360 per dolar AS, yang merupakan posisi terlemah dalam enam bulan terakhir sejak Juli 2024.

Depresiasi rupiah ini memberikan tantangan besar bagi perusahaan yang bergantung pada impor, terutama di sektor barang konsumsi non-siklikal. Perusahaan-perusahaan besar seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) menghadapi kenaikan biaya produksi akibat meningkatnya harga bahan baku impor. Kondisi ini semakin menekan margin keuntungan mereka di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Meski demikian, beberapa perusahaan memiliki strategi untuk menghadapi dampak pelemahan rupiah. PT Mayora Indah Tbk (MYOR), misalnya, mengandalkan ekspor sebagai salah satu sumber pendapatannya, dengan sekitar 40% dari total pendapatan berasal dari pasar luar negeri. Hal ini membantu perusahaan untuk tetap bertahan di tengah depresiasi rupiah. Selain itu, penggunaan bahan baku lokal yang lebih dominan turut mengurangi tekanan biaya akibat kenaikan harga impor.

Untuk mengatasi pelemahan rupiah dan menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan baru yang mewajibkan eksportir sumber daya alam untuk menyimpan hasil devisa mereka di dalam negeri selama minimal satu tahun. Kebijakan ini merupakan revisi dari ketentuan sebelumnya yang hanya mewajibkan penyimpanan devisa selama tiga bulan. Diharapkan, langkah ini dapat memperkuat cadangan devisa nasional dan membantu stabilisasi nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, Bank Indonesia juga mengambil langkah tak terduga dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin menjadi 5,75% pada Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekspor, konsumsi domestik, dan investasi swasta, meskipun masih ada risiko terhadap pelemahan rupiah yang berlanjut.

Secara keseluruhan, pelemahan rupiah menjadi tantangan besar bagi sektor bisnis di Indonesia. Namun, dengan langkah strategis dari perusahaan serta dukungan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia, diharapkan dampak negatif dapat diminimalisir dan stabilitas ekonomi dapat tetap terjaga.

Komentar