JurnalPatroliNews – Jakarta –Â Dewan Adat Papua (DAP) menyampaikan penolakan keras terhadap upaya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang dinilai hendak menarik penyelesaian kasus dugaan pelanggaran hukum tambang nikel di Raja Ampat ke ranah adat. DAP menilai pendekatan tersebut sebagai bentuk pembelokan arah penegakan hukum yang seharusnya dilakukan secara transparan dan profesional.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan Rabu, 18 Juni 2025, Sekretaris Jenderal DAP Yan Christian Warinussy menegaskan bahwa aktivitas pertambangan yang menimbulkan kerusakan di Pulau Gag dan kawasan konservasi Raja Ampat merupakan persoalan pidana, bukan ranah adat. Menurutnya, menjadikan penyelesaian adat sebagai jalur utama hanya akan melemahkan supremasi hukum.
“Ini bukan sekadar urusan internal masyarakat adat. Dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan eksploitasi sumber daya di Raja Ampat harus dihadapi di jalur hukum negara, bukan dikaburkan lewat pendekatan kultural yang keliru,” kata Warinussy.
Ia juga menyampaikan kritik keras terhadap Bahlil yang sebelumnya memberi isyarat bahwa pendekatan adat lebih relevan dalam menyelesaikan sengketa ini. DAP menilai Bahlil tidak memiliki akar budaya maupun wewenang kultural dalam tradisi Papua, sehingga tidak pantas menyuarakan penyelesaian berbasis adat.
“Saudara Bahlil bukan bagian dari komunitas adat Papua. Ucapannya tidak punya legitimasi, baik secara nilai adat maupun dalam kerangka hukum positif. Justru yang dia lakukan bisa dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Warinussy.
DAP juga menyerukan agar Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), tetap fokus mengusut tuntas dugaan pelanggaran lingkungan oleh korporasi tambang di Raja Ampat.
Menurut DAP, wilayah Raja Ampat merupakan kawasan dengan kekayaan ekologi laut kelas dunia—rumah bagi 75% spesies karang global serta ribuan jenis ikan yang unik. Kerusakan akibat eksploitasi tambang, kata Warinussy, tidak hanya menghancurkan alam, tapi juga menggerus struktur sosial budaya masyarakat adat yang telah menjaga wilayah tersebut selama generasi.
“Yang terjadi di Raja Ampat bukan sekadar pelanggaran perizinan, tapi potensi kejahatan ekologi (eco-crime) yang wajib ditindak,” tandasnya.
DAP juga menyampaikan apresiasi kepada Senator Paul Finsen Mayor, anggota DPD RI, yang disebut konsisten menjadi suara masyarakat adat Papua di tingkat nasional.
“Beliau adalah sedikit dari tokoh yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat Papua, terutama dalam mempertahankan hak adat atas tanah dan laut,” tambah Warinussy.
DAP menyatakan kesiapan untuk terus terlibat aktif dalam mendukung proses hukum—baik sebagai penyedia informasi, pendamping masyarakat terdampak, hingga pemantau penyelidikan di lapangan.
“Kami tidak akan diam menyaksikan tanah warisan leluhur dirusak atas nama investasi. Tidak boleh ada ruang bagi elit yang bersandiwara atas penderitaan rakyat adat,” tutup Warinussy dengan tegas.
Komentar