JurnalPatroliNews – Jakarta – Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte di sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan mengaku merasa dizalimi. Napoleon menyebut banyak tuduhan-tuduhan miring terkait kasus penghapusan DPO Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Terima kasih, yang saya hormati hakim yang mulia, penuntut umum dan penasihat hukum, kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu yang mulia, dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan pemberitaan statement pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus red notice,” ujar Napoleon saat diberi kesempatan hakim menambahkan eksepsi dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin (9/11/2020).
“Karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Kami yang paling tahu kerja Interpol,” sambungnya.
Napoleon mengaku siap membuktikan setiap tuduhan terkait red notice. Dia juga mengaku tidak pernah menerima uang dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi
“Tuduhan-tuduhan tersebut membuat kami tidak mungkin menyampaikan jawaban karena hanya akan dianggap pembenaran diri. Kesempatan ini kami tunggu untuk menyampaikan apa yang dieksepsi, tuduhan penerimaan uang saya siap untuk dibuktikan didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara,” ucapnya.
Selain itu, dalam eksepsi yang dituangkan tim pengacara Napoleon menyebut penghapusan nama Djoko Tjandra di DPO bukanlah kewenangan Napoleon. Dia juga menyebut, red notice Djoko Tjandra sudah terhapus sejak 2014.
“Bahwa fakta hukum sejati membuktikan bahwasanya Interpol Red Notice atas JOKO SOEGIARTO TJANDRA Control N o m o r : A-1897/7-2009 telah terhapus dari System Basis Data Interpol sejak Tahun 2014 karena tidak ada perpanjangan dari Kejaksaan RI sebagai lembaga peminta. Perlu diketahui bahwa Red Notice dan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada SIMKIM Imigrasi adalah 2 hal yang berbedah, sehingga hapusnya nama JOKO SOEGIARTO TJANDRA dari DPO SIMKM Imigrasi bukanlah kewenangan dari klien kami,” ujar tim pengacara Napoleon saat membacakan eksepsi.
Terkait surat pemberitahuan Kadivhubinter Polri yang diterima keluarga Djoko Tjandra. Pengacara Napoleon mengatakan itu memang tugas dan kewajiban Kadivhubinter Polri menyampaikan status red notice Djoko Tjandra.
Usai sidang, Napoleon kembali menyatakan kalau dirinya tidak menghapus red notice. Dia menyebut dakwaan jaksa keliru besar.
“Terbukti kan sekarang saya bukan menghapus red notice, dalam dakwaan selama ini saya mengapus red notice itu keliru besar. Justru red noticenya Djoko Tjandra itu saya perpanjang lagi,” tutur Napoleon usai sidang kepada wartawan.
Dia juga tidak menjelaskan rinci siapa sosok yang disebut dia menzalimi dirinya. Dia hanya mengatakan orang itu yang berstatement terkait kasusnya.
“Bisa kelihatan statement-statement ke orang yang bilang saya red notice, itulah,” ucap Napoleon.
Diketahui, Jaksa mendakwa Napoleon Bonaparte telah menerima suap dengan nilai sekitar Rp 6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap itu diberikan Djoko Tjandra agar Napoleon yang menjabat Kadivhubinter Polri mengupayakan penghapusan status buronan.
Napoleon juga didakwa bersama Brigjen Prasetijo sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Napoleon disebut jaksa menerima suap senilai SGD 200 ribu dan USD 270 ribu, jika dirupiahkan uang itu mencapai Rp 6 miliar lebih.
(dtk)
Komentar