Dilema Penegakan Hukum Korupsi: Saat Rasa Keadilan Dikalahkan oleh Putusan yang Lemah

JurnalPatroliNews – Bangka Belitung – Vonis terhadap tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung dalam kasus korupsi pengelolaan timah menjadi sorotan tajam. Ketiga terdakwa, yakni Suranto Wibowo, Amir Syahbana, dan Rusbani, hanya divonis 2 hingga 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Putusan ini memunculkan polemik karena dinilai terlalu ringan, terutama jika dibandingkan dengan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh praktik korupsi dalam sektor tambang timah.

Korupsi Tambang: Masalah Sistemik yang Menyentuh Hajat Hidup Orang Banyak

Tambang timah memiliki peran strategis dalam ekonomi nasional, khususnya di Bangka Belitung, sebagai salah satu penghasil timah terbesar di dunia. Namun, pengelolaan sektor ini kerap menjadi sarang praktik korupsi yang merugikan negara.

Dalam kasus ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 300 triliun, angka yang fantastis dan seharusnya menjadi dasar hukuman berat bagi para pelaku.

Seperti yang disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, vonis 2 hingga 4 tahun bagi ketiga mantan Kadis ESDM terkesan tidak lazim dan tidak adil.

Hukuman ini jauh dari rasa keadilan publik mengingat korupsi yang terjadi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga penghancuran sumber daya alam yang menjadi hak masyarakat luas.

Analisis Putusan Hakim: Mengapa Terlihat Tidak Berpihak pada Pemberantasan Korupsi?

Dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa tindakan para terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan mengakibatkan kerugian negara yang besar. Ironisnya, meskipun fakta-fakta memberatkan ini jelas, vonis yang dijatuhkan justru ringan.

Komentar