JurnalPatroliNews – Jakarta — Dolar Amerika Serikat (AS) mencatat kinerja paling buruk dalam sejarah 100 hari pertama masa kepresidenan, kali ini di bawah pemerintahan Donald Trump periode kedua.
Mengacu data Refinitiv, indeks dolar AS ambruk hingga 9% sejak Trump dilantik pada 20 Januari 2025. Sepanjang bulan April saja, indeks anjlok lebih dari 4,5% hal ini menjadi penurunan bulanan terbesar sejak 1973.
Indeks bahkan sempat menyentuh level 98,12 pada 21 April lalu, posisi terendah sejak Maret 2022.
Biasanya, dalam beberapa dekade terakhir, dolar menguat di awal masa jabatan presiden AS. Rata-rata, penguatan berada di kisaran 0,9% sejak era Richard Nixon pada 1973 hingga era Joe Biden di 2021. Namun kali ini, justru terjadi pola sebaliknya.
Penurunan dolar saat ini mengingatkan pada “Nixon Shock” 1971 yang mengakhiri sistem Bretton Woods, menggeser standar emas ke dominasi dolar sebagai patokan mata uang dunia.
Berbagai kebijakan Trump, termasuk perang dagang dengan China dan peningkatan tarif impor, menjadi faktor utama yang menekan dolar. Investor berbondong-bondong mengalihkan aset ke luar AS, memperkuat euro, yen Jepang, hingga franc Swiss yang masing-masing telah terapresiasi lebih dari 8% terhadap dolar.
“Kepercayaan terhadap institusi AS mulai terkikis, dan ini berdampak pada alokasi aset global yang tidak lagi menguntungkan dolar,” kata Bipan Rai, Managing Director di BMO Global Asset Management, dikutip Bloomberg.
Tak hanya itu, kekhawatiran terhadap potensi resesi dan inflasi yang kembali meningkat membatasi langkah The Federal Reserve dalam menurunkan suku bunga. Apalagi, pernyataan Trump soal ancaman terhadap independensi The Fed meski kemudian dia bantah dan ikut menambah kegelisahan pasar.
Sebagai respons atas kondisi ini, UBS Group AG memangkas proyeksi kekuatan dolar untuk kedua kalinya dalam dua bulan terakhir. Deutsche Bank AG bahkan memperingatkan, dolar bisa terus melemah terhadap euro dalam beberapa tahun ke depan, menembus titik terlemahnya dalam lebih dari satu dekade.
Di pasar berjangka, tekanan terhadap dolar makin nyata. Data Commodity Futures Trading Commission menunjukkan posisi short terhadap dolar menembus US$13,9 miliar pada pekan yang berakhir 22 April sehingga tertinggi sejak September 2024.
Komentar