Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tantangan terbesar bagi pemerintahan saat ini adalah menurunkan jarak kekuasaan agar lahir kepemimpinan yang lebih egaliter, terbuka terhadap dialog, serta menjunjung sistem yang adil dan berbasis kemampuan. “Jika tidak, maka kemajuan bangsa akan terus dihambat oleh dominasi segelintir elit politik dan ekonomi yang menentukan arah negara” tambahnya.
Mahfud MD, pakar hukum dan mantan Menko Polhukam RI periode 2019–2024 menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi penegakan hukum selama enam bulan awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Mahfud menyebut bahwa masalah utama yang dihadapi saat ini adalah korupsi, yang menurutnya merupakan extraordinary crime yang semakin menggurita, dengan jangkauan vertikal dan horizontal yang meluas hampir ke seluruh lembaga negara.
“Korupsi hari ini tidak hanya menyentuh aspek kelembagaan, tetapi telah menciptakan jejaring kekuasaan yang kompleks dan berbahaya, termasuk di dalam sistem peradilan” ujar Mahfud.
Ia menyoroti sejumlah kasus korupsi peradilan, termasuk kasus korupsi korporasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di mana terdakwa yang seharusnya jelas bersalah justru dibebaskan dengan berbagai cara manipulatif. Dua pola yang diidentifikasi adalah penggunaan alat hukum onslag (menganggap perkara bukan pidana) serta vonis ringan yang sarat pemerasan.
Lebih lanjut, Mahfud memaparkan bahwa kasus ‘Pagar Laut’ menjadi contoh nyata lemahnya komitmen terhadap penegakan hukum. Meskipun indikasi korupsi sangat kuat, proses hukum justru menyasar pada pelaku kecil seperti lurah, sementara aktor utama yang diduga merupakan bagian dari jejaring oligarki tidak tersentuh.
“Dalam kasus pagar laut, terjadi pemalsuan ratusan sertifikat tanah. Mustahil itu terjadi tanpa pejabat tinggi yang mengotorisasi. Tapi hanya satu lurah yang dijadikan tersangka dari 16 kelurahan” tegasnya.
Mahfud juga mengkritik pernyataan aparat kepolisian yang menyebut tidak ditemukan unsur korupsi dalam kasus tersebut, meskipun Kejaksaan Agung menyatakan sebaliknya. Ia menilai, polemik ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar penegak hukum dan terbukanya ruang intervensi dari kelompok oligarki.
Ia menyarankan agar Kejaksaan Agung mengambil alih penyelidikan kasus pagar laut tanpa perlu menunggu proses di kepolisian. Ia juga mendorong penggunaan mekanisme lintas lembaga, termasuk KPK dan pusat penanganan tindak pidana korupsi di kepolisian.
Komentar