JurnalPatroliNews, Gianyar – Permasalahan sertifikasi yang berujung sanksi adat kanorayang atau dikucilkan dari aktivitas adat kembali terjadi di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali.
Sebelumnya, sanksi serupa terjadi Desa Adat Jero Kuta, dengan korban dua orang keluarga.
Kali ini, terjadi Desa Adat Panglan, yang juga berada di wilayah kedinasan Desa Pejeng.
Informasi dihimpun Tribun Bali, Selasa 26 Januari 2021, persoalan yang menyebabkan keluarnya sanksi kanorayang ini pun sama seperti di Jero Kuta Pejeng.
Dimana persoalan ini berawal dari penolakan krama tersebut terhadap proses sertifikasi tanah adat melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Sertifikasi ini diputuskan dalam paruman adat atas dasar kesepakatan krama, yakni tanah karang ayahan desa yang ditempati krama disertifikasi atas nama desa adat.
Namun dalam proses sertifikasi ini, sejumlah krama keberatan.
Bahkan salah satu krama mengajukan pengaduan ke Polres Gianyar dengan dugaan ada pemalsuan surat dalam proses setifikasi itu. Berdasarkan keberatan tersebut, Desa Adat Panglan.
Atas keberatan krama ini, mediasi dan paruman pun dilaksanakan, hingga akhirnya beberapa krama mencabut keberatannya atas proses sertifikasi tersebut.
Akhirnya, dalam Paruman Desa yang digelar Desember 2020, diputuskan untuk pengenaan saksi adat kepada krama yang masih keberatan.
Pada 19 Januari 2021, diputuskan enam enam keluarga dikenakan sanksi adat ‘Kanorayang’.
Di antaranya, I Made Geten, I Made Sumadi, I Ketut Kertayasa, I Wayan Warta, I Komang Kusumayasa, I Wayan Sudirga dan I Made Sudiarga.
Bendesa Adat Panglan, I Wayan Pugra membenarkan hak tersebut.
Kata dia, sesuai awig-awig ke enam krama ini dinyatakan bersalah karena beberapa hal.
Diantaranya, nungkasin daging awig-awig atau tidak tunduk dengan awig-awig. Kemudian juga Nungkasin daging paswaran desa/ banjar atau tidak mengikuti keputusan paruman adat.
“Enam krama ini dinilai telah mengganggu kedamaian desa adat, berdasarkan awig-awig, mereka dijatuhkan saksi Kanorayang. Krama ini tidak mandapat pelayanan adat dari krama desa adat dan juga tidak melakukan pelayanan adat kepada krama Desa Adat Panglan,” ujarnya.
Namun demikian, pihaknya masih memberikan waktu pada krama tersebut sebelum sanksi ini diterapkan secara permanen.
“Masih ada tahapan waktu sebelum penerapan. Mulai dari peringatan pertama selama 20 hari, peringatan kedua 10 hari dan peringatan ketiga 5 hari. Jika pelaksanaan saksi itu sudah habis waktu baru dilaksanakan penerapan sanksi. Kami ini saling memiliki ikatan saudara. Karena itu saya sangat mengharapkan krama ini terhindar dari penerapan sanksi. Semoga saudara kami ini mencabut keberatannya, meminta maaf di paruman desa dan menandatangani surat perdamaian,” harapnya. (*)
(trbbl)
Komentar