GeMOI: Tumpang Tindih Kebijakan Antar Kementerian Ancam Pembangunan Indonesia

Masalah tumpang tindih ini juga terjadi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UMKM, serta Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, yang menurut Justiani justru memperumit pelayanan publik.

Tak hanya masalah birokrasi, Justiani juga menekankan adanya ketimpangan dalam pengakuan Masyarakat Adat. Menurutnya, meskipun kebudayaan Indonesia kaya akan tradisi, nilai-nilai, dan kepercayaan lokal, banyak Masyarakat Adat yang hanya disebut dalam kebijakan tanpa ada langkah konkret.

“Pengakuan terhadap Masyarakat Adat selama ini cenderung hanya menjadi formalitas, tanpa kebijakan yang nyata untuk melindungi mereka,” tambahnya.

Justiani menyerukan agar kebudayaan mencakup baik agama formal maupun tradisi Masyarakat Adat, sehingga eksistensi mereka diakui secara adil.

Ketimpangan struktural juga tampak jelas dalam alokasi anggaran. Pada 2021, Kementerian Agama menerima anggaran Rp 66 triliun, di mana 83% dialokasikan untuk pendidikan agama Islam, meninggalkan proporsi kecil untuk agama lain dan Masyarakat Adat.

“Seharusnya, nomenklatur ‘Pendidikan Islam’ diubah menjadi lebih inklusif agar mencakup seluruh agama secara setara,” kata Justiani.

Ia pun, menegaskan, perlunya reformasi birokrasi dan penyelarasan kebijakan antar kementerian agar menciptakan keadilan, efisiensi, serta melindungi kekayaan budaya dan sumber daya Indonesia.

Komentar