Dalam hal suku bunga SBN, Perry menjelaskan bahwa agar tetap kompetitif dibandingkan dengan negara lain seperti India, suku bunga seharusnya berada di kisaran 6,7%. Ia mencatat bahwa selisih imbal hasil SBN terhadap US Treasury 10 tahun di India adalah 2,8%, dan penambahan untuk kehati-hatian fiskal bisa membuat suku bunga berada di kisaran tersebut.
Sri Mulyani, di sisi lain, memiliki pandangan berbeda. Ia menyatakan bahwa keputusan pemerintah untuk mempertahankan yield SBN di sekitar 7-7,1% mempertimbangkan kompleksitas penetapan yield yang tidak hanya bisa disandingkan dengan India.
“Kita harus melihat negara-negara dengan rating kredit yang setara dan berbagai variasi yield mereka terhadap US Treasury, bukan hanya satu benchmark,” ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menekankan bahwa yield SBN tenor 10 tahun sebesar 7% memberikan ruang fiskal yang memadai bagi pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
“Kami ingin memberikan bantalan fiskal untuk pemerintah baru agar tidak terlalu tertekan. Jadi, angka ini juga mempertimbangkan proyeksi fiskal yang lebih luas,” tambahnya.
Untuk nilai tukar rupiah, Sri Mulyani menjelaskan bahwa penetapan kurs di level Rp 16.000 mempertimbangkan kemungkinan defisit transaksi berjalan yang dapat membesar serta cadangan devisa yang ada di Bank Indonesia.
“Defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan meningkat dan tidak bisa berubah drastis dalam waktu singkat. Kami sangat berhati-hati karena tingginya defisit fiskal juga berpengaruh pada nilai tukar,” tegasnya.
Komentar