JurnalPatrloliNews – Jakarta – Konflik antara Israel dan Iran kembali memanas, setelah pasukan militer Israel melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Iran sejak Jumat (13/6/2025). Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa serangan itu menyasar infrastruktur militer dan program nuklir Iran, namun sejumlah laporan menyebutkan bahwa kawasan sipil juga turut menjadi korban.
Dalam pidatonya saat awal serangan, Netanyahu menyampaikan bahwa langkah militer ini ditujukan untuk mencegah potensi ancaman dari Iran, khususnya senjata nuklir dan rudal jarak jauh. Ia juga menyampaikan pesan kepada masyarakat Iran bahwa operasi ini bertujuan membebaskan mereka dari kekuasaan yang dinilainya menindas.
“Rezim yang telah menindas Anda selama hampir lima dekade kini menjadi ancaman nyata bagi keberadaan Israel. Kami mengambil langkah untuk menghentikan potensi serangan balistik dan nuklir,” ujar Netanyahu seperti dikutip dari situs resmi pemerintah Israel.
Netanyahu bahkan menyerukan semangat perubahan kepada rakyat Iran. Ia menyebut bahwa saat yang tepat telah tiba untuk menyuarakan aspirasi mereka.
“Perjuangan kami bukan melawan warga Iran, tetapi terhadap penguasa otoriter yang menyengsarakan Anda. Ini juga adalah waktu bagi Anda untuk menyuarakan kebebasan,” katanya.
Pernyataan tersebut juga menyisipkan slogan “perempuan, hidup, kebebasan,” yang sempat menggema saat demonstrasi di Iran setelah kematian Mahsa Amini pada 2021.
Namun, pernyataan Netanyahu tersebut menuai kritik tajam. Dua analis kebijakan luar negeri, Golnar dan Dina Esfandiary, dalam ulasannya di Bloomberg, menilai retorika Netanyahu sebagai manipulatif dan ofensif.
“Israel memanfaatkan titik lemah Iran untuk memprovokasi krisis domestik, termasuk potensi keruntuhan rezim ulama yang telah berkuasa puluhan tahun,” tulis mereka.
Sumber dokumen yang dikaji oleh Bloomberg dan sejumlah pejabat Barat juga mengungkap bahwa sebelum serangan diluncurkan, Israel telah mempertimbangkan skenario dampak sosial ekonomi dari konflik tersebut. Mereka menyadari bahwa kondisi ekonomi Iran yang tengah tertekan oleh sanksi membuat negara itu rentan terhadap gejolak sosial.
Dampak berkepanjangan dari serangan, ditambah tekanan ekonomi, dikhawatirkan bisa memicu inflasi tinggi, merosotnya nilai mata uang, hingga aksi protes besar dari kalangan menengah.
Laporan tersebut bahkan menyebut adanya rencana awal untuk menargetkan tokoh tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, sebagai sasaran utama. Namun, rencana ini batal setelah Amerika Serikat, melalui Presiden Donald Trump, menyatakan penolakannya.
“Kami tahu Israel memiliki rencana menyerang pemimpin tertinggi Iran, tapi Presiden Trump tidak menyetujuinya. Kami minta mereka menahan diri,” ungkap seorang pejabat AS, dikutip dari AFP.
Sampai kini, Israel belum memberikan keterangan resmi soal tujuan jangka panjang operasi tersebut. Meski begitu, para pejabat Tel Aviv secara konsisten menuding Iran sedang mengembangkan senjata nuklir dan rudal antarbenua yang berbahaya bagi dunia.
Di sisi lain, Iran pun merespons keras serangan Israel. Beberapa pejabat menyatakan balasan akan dilakukan tanpa batas. Bahkan, militer Iran meminta warga Israel agar segera meninggalkan wilayah mereka.
“Segera tinggalkan tanah-tanah pendudukan. Tempat itu tak akan lagi layak dihuni dalam waktu dekat,” tegas juru bicara militer Iran, Reza Sayyad, sebagaimana dikutip dari kantor berita IRNA.
Komentar