Dalam lima tahun terakhir, Burhanuddin menyatakan bahwa Kejaksaan telah berhasil menempatkan diri sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik. Berdasarkan survei terakhir, Kejaksaan menempati posisi pertama dengan tingkat kepercayaan sebesar 74,7%. “Jangan nodai pencapaian itu dengan penyimpangan atau kesalahan. Saya tak akan menoleransi hal tersebut dan akan menindak tegas,” tegas Burhanuddin.
Di samping itu, Jaksa Agung menekankan pentingnya jiwa korsa, atau solidaritas dan soliditas dalam organisasi Kejaksaan. Namun, ia mengingatkan bahwa solidaritas ini harus selalu mengarah pada kebenaran dan kebaikan, bukan untuk melakukan penyimpangan atau pengkhianatan terhadap institusi dan negara.
Burhanuddin juga menyinggung beberapa kewenangan baru yang diperoleh Kejaksaan dalam perubahan Undang-Undang Kejaksaan, yang semakin memperkuat posisi institusi tersebut. Pertama, kewenangan pemulihan aset yang mencakup penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset sesuai Pasal 30A. Kedua, pelaksanaan Pusat Kesehatan Yustisial, yang diatur dalam Pasal 30C, termasuk membangun rumah sakit dan fasilitas pendukung kesehatan. Ketiga, kesempatan bagi jaksa untuk berkarya di level internasional sesuai Pasal 11A, baik dalam perwakilan Kejaksaan di luar negeri maupun di organisasi internasional.
Mengakhiri ceramahnya, Burhanuddin menggunakan analogi kapal untuk menggambarkan posisi Kejaksaan, di mana seluruh jajarannya adalah anak buah kapal, sedangkan Jaksa Agung adalah nakhodanya. “Setiap jaksa harus mengikuti arah komando. Tidak ada ruang bagi jaksa yang melawan kebijakan pimpinan,” ujarnya tegas.
Ia menutup dengan pesan keras bagi jaksa yang tidak sejalan dengan institusi. “Jika masih ada yang ingin terlihat lebih hebat dengan melawan kebijakan institusi, saya minta dengan jiwa ksatria untuk keluar dari institusi ini. Saya tidak butuh jaksa yang demikian!” pungkasnya.
Komentar