JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin paparan secara daring yang membahas persetujuan penyelesaian empat perkara pidana melalui pendekatan keadilan restoratif, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Salah satu kasus yang disetujui untuk diselesaikan lewat jalur ini melibatkan tersangka Suyanto bin Armigo dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang sebelumnya dijerat dengan Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Insiden itu terjadi pada 13 Desember 2024 sekitar pukul 22.00 WIB. Kala itu, sang istri, Tri Febrianti, mencoba membangunkan Suyanto sebanyak empat kali untuk mengingatkan agar sepeda motor mereka dimasukkan ke dalam rumah. Bukannya terbangun dengan tenang, Suyanto justru bangun dalam kondisi marah lalu memukul kepala istrinya hingga 12 kali dan menendang dua kali.
Aksi kekerasan ini sempat direkam oleh korban dan disaksikan oleh ibu serta kakak pelaku, yang berusaha menghentikan amukan Suyanto. Setelah kejadian, korban pergi dan melaporkan peristiwa tersebut ke aparat kepolisian hingga menjalani visum.
Menanggapi peristiwa ini, Kejaksaan Negeri Aceh Tengah menginisiasi upaya damai melalui mekanisme keadilan restoratif. Dalam proses yang digelar pada 25 Juni 2025, Suyanto mengakui kesalahannya dan menyatakan penyesalan mendalam. Ia juga menyanggupi memberikan kompensasi kepada korban berupa emas seberat 10 gram. Kesepakatan damai dicapai secara sukarela dan tanpa tekanan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Yudi Triadi, telah menyetujui permohonan penghentian penuntutan yang kemudian disahkan secara virtual oleh JAM-Pidum.
Selain kasus tersebut, tiga perkara lain juga disetujui untuk diselesaikan secara restoratif, yaitu:
- Anita Rode Sipiel alias Nita (Kejari Maluku Barat Daya) atas dugaan pencemaran nama baik (Pasal 310 Ayat 1 KUHP).
- I Mohamad Zakir alias Papa Ainun dan Dita Auditya alias Dita (Kejari Sigi) atas dugaan penganiayaan bersama-sama (Pasal 170 Ayat 2 ke-1 atau Pasal 351 Ayat 1 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP).
- Suwardi bin Samingun (Kejari Samarinda) atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 Ayat 1 KUHP).
Adapun pertimbangan hukum dan sosial atas penghentian penuntutan ini meliputi:
- Adanya permintaan maaf dari tersangka dan penerimaan dari korban.
- Para tersangka belum pernah memiliki catatan kriminal sebelumnya.
- Ancaman hukuman dalam kasus tersebut di bawah lima tahun penjara.
- Komitmen tersangka untuk tidak mengulangi perbuatannya.
- Proses damai dilakukan secara musyawarah dan tanpa tekanan.
- Penyelesaian dianggap lebih memberikan manfaat sosial dibandingkan melanjutkan ke pengadilan.
JAM-Pidum menekankan agar para Kepala Kejaksaan Negeri segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai regulasi, yakni Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 serta SE JAM-Pidum No. 01/E/EJP/02/2022, sebagai wujud nyata kepastian hukum yang berkeadilan.
Komentar