JAM-Pidum Setujui Penghentian Penuntutan Sopir Online Berdasarkan Keadilan Restoratif

JurnalPatroliNews – Bali – Kepala Kejaksaan Negeri Badung bersama Kasi Pidum dan Jaksa verifikator memaparkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif di hadapan Direktur OHARDA, yang diikuti secara virtual oleh Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.

Hal ini disampaikan Putu Agus Eka Sabana P,S.H.,M.H. Kepala Seksi Penerangan Hukum dalam keterangan yang diterima redaksi pada Selasa, (25/6/24).

Pemaparan ini melibatkan satu perkara, yaitu kasus tersangka Kiprianus Markion Sakan, seorang sopir online yang diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian di area parkir premium Domestik Bandara I Gusti Ngurah Rai Kabupaten Badung, Bali.

“Barang yang dicuri adalah tas ransel milik BABY KRISTINA yang berisi berbagai barang elektronik dengan nilai total sekitar Rp 30.000.000,” kata Putu.

Kronologi Kejadian

“Seorang sopir taksi online di bandara, pada 25 Juni 2024 sekitar pukul 22.00 WITA melihat tas ransel Eiger di parkiran Terminal Kedatangan Domestik. Ia mengambil tas tersebut dan membawanya ke dalam mobil. Sekitar pukul 23.15 WITA, tersangka berniat menyerahkan tas kepada pihak berwajib, namun karena mendapat giliran mengantar penumpang, ia lupa menyerahkan tas tersebut dan membawanya pulang,” jelas Putu.

Keesokan harinya, 1 Maret 2024 pukul 07.00 WITA, tersangka kembali ke pool dengan harapan bertemu pemilik tas dan mendapatkan komisi, namun tidak berhasil menemukan pemiliknya. Pada 2 Maret 2024, tersangka kembali ke bandara namun tidak membawa tas tersebut. Ia akhirnya diamankan oleh pihak Polres Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Alasan Penghentian Penuntutan

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Perja Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Alasan lain penghentian penuntutan ini adalah:

Tas ransel beserta isinya telah kembali dan menjadi barang bukti dalam perkara ini.

Saksi korban telah memaafkan tersangka dan sepakat berdamai, yang dituangkan dalam Surat Kesepakatan Perdamaian tertanggal 12 Juni 2024, dihadiri oleh tersangka, saksi korban, pihak keluarga, dan tokoh masyarakat yang meminta agar perkara ini dihentikan.

Komentar