JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi III DPR RI menerima laporan serius dari Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait lambannya proses hukum terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang diduga terlibat dalam kasus pencabulan. Hingga kini, perkara tersebut belum juga disidangkan, meski sudah dua bulan lebih berada di tangan aparat penegak hukum.
Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Asti Laka Lena, menyampaikan keluhan tersebut langsung dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Selasa (20/5). Menurutnya, berkas kasus terus berpindah antara penyidik Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT sejak Maret 2025 tanpa kejelasan tindak lanjut.
“Prosesnya masih berputar-putar antara kepolisian dan kejaksaan. Tidak ada kemajuan signifikan,” ungkap Asti dalam forum tersebut.
Asti juga menekankan bahwa kasus ini hanyalah puncak dari gunung es persoalan kekerasan seksual yang marak terjadi di NTT. Ia membeberkan data mencengangkan: sekitar 75 persen dari narapidana di provinsi tersebut merupakan pelaku kejahatan seksual, menjadikan NTT dalam status darurat perlindungan terhadap perempuan dan anak.
“NTT bisa disebut sebagai zona merah kekerasan seksual. Kami harap DPR ikut mendorong agar proses hukum terhadap pelaku berjalan dengan tegas dan adil,” tegasnya.
Tak hanya menuntut percepatan proses hukum, APPA juga mendesak agar kasus ini dikenai dakwaan tambahan, termasuk pasal terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pelanggaran Undang-Undang Pornografi.
Merespons aduan tersebut, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menunjukkan sikap geram. Ia menyatakan kemarahannya terhadap dugaan pelaku dengan ungkapan emosional, “Kalau bisa, saya sendiri yang ingin menembak kepala pelaku. Begitu marahnya saya dengan kasus ini.”
Komisi III DPR berjanji akan segera memanggil Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT pada Kamis (22/5) untuk meminta penjelasan langsung atas mandeknya kasus tersebut.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi NTT diketahui baru saja mengembalikan berkas perkara AKBP Fajar dan satu tersangka lainnya, SHDR alias Stefani alias Fani (dikenal sebagai Perempuan F), kepada penyidik Polda NTT. Menurut Kasi Penkum Kejati NTT, Raka Putra Dharma, berkas tersebut dinilai belum lengkap setelah dilakukan pemeriksaan internal.
“Masih ada sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi, sehingga kami lakukan koordinasi resmi dengan penyidik untuk melengkapi kekurangan tersebut,” terang Raka dalam pernyataan tertulis kepada awak media, Kamis (8/5).
Komentar