Kasus Penganiayaan di Asahan Diselesaikan Lewat Jalur Restorative Justice

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian satu perkara penganiayaan di Kabupaten Asahan melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Persetujuan ini diberikan dalam forum ekspose virtual yang digelar pada Senin, 23 Juni 2025.

Kasus ini melibatkan tersangka Irfan Mulia dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Asahan, yang dijerat dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHP terkait tindak pidana penganiayaan ringan.

Peristiwa terjadi pada malam hari, Senin, 16 September 2024 sekitar pukul 21.00 WIB di Jalan Ikan Baung, Kelurahan Sidomukti, Kisaran Barat, Asahan. Pertikaian bermula dari aksi anak tersangka yang melempar pasir ke arah Ahmad Al Hafsi Sitorus, sehingga memicu cekcok antara Irfan dan Ahmad. Kehebohan tersebut mengundang perhatian warga sekitar, termasuk ibu Ahmad, Marsona Mulyadi, yang kemudian ikut menegur tersangka.

Teguran dari korban justru berujung pada konfrontasi verbal yang memanas. Irfan sempat mendorong korban dengan kedua tangan, lalu memukul pipi kiri korban satu kali dengan tangan kanannya.

Berdasarkan hasil visum yang dilakukan oleh dr. Tri Handayani dari UPTD RSUD H. Abdul Manan Simatupang, ditemukan bekas luka lecet serta pembengkakan pada wajah korban yang disebabkan oleh benturan benda tumpul.

Melihat situasi dan kondisi kasus, pihak Kejari Asahan, yang terdiri dari Kepala Kejaksaan Basril G, Kasi Pidum Naharuddin Rambe, dan Jaksa fasilitator Gusmira Fitri Warman, menginisiasi penyelesaian perkara melalui jalur restoratif.

Proses perdamaian berlangsung pada 27 Mei 2025 di Rumah RJ Kelurahan Siumbutumbut. Dalam kesempatan tersebut, Irfan mengakui perbuatannya, menyampaikan penyesalan, dan meminta maaf secara tulus. Korban pun telah memaafkan dan menyatakan tidak keberatan bila perkara dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan damai, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diajukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Idianto, dan disetujui. Permohonan ini kemudian dibawa ke forum JAM-Pidum yang akhirnya menyetujui penghentian proses hukum.

Alasan Penghentian Penuntutan

Penghentian perkara ini dilakukan atas dasar sejumlah pertimbangan:

  • Perdamaian tercapai secara sukarela dan tanpa tekanan.
  • Tersangka menunjukkan penyesalan dan mengakui kesalahan.
  • Korban telah memaafkan secara penuh.
  • Tersangka belum pernah memiliki catatan kriminal.
  • Ancaman hukuman di bawah lima tahun.
  • Tidak ada nilai tambah jika perkara dilanjutkan ke pengadilan.
  • Dukungan positif dari lingkungan sosial sekitar.

JAM-Pidum menutup dengan instruksi agar Kejari Asahan segera menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 sebagai bentuk implementasi nyata keadilan restoratif dalam sistem hukum nasional.

Komentar