Kejaksaan Agung Periksa Lima Saksi Dugaan Korupsi Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek

JurnalPatroliNews – Jakarta –  Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret program digitalisasi pendidikan di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Pada Selasa (3/6), lima orang saksi dipanggil dan diperiksa oleh tim penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).

Kelima saksi yang diperiksa memiliki peran penting dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada sektor pendidikan dasar dan menengah selama tahun anggaran 2019 hingga 2022.

Saksi-saksi tersebut diketahui berinisial:

  1. STN, menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Menengah pada tahun 2019.
  2. HM, yang diketahui pernah menduduki posisi Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah pada tahun 2020.
  3. KHM, selaku Wakil Ketua Tim Teknis untuk Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Direktorat Sekolah Dasar dan Menengah Pertama pada tahun anggaran 2020.
  4. WH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah untuk periode 2020 hingga 2021.
  5. AB, anggota tim teknis analisa kebutuhan TIK untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun anggaran 2020.

Menurut keterangan resmi dari Kejaksaan Agung, pemeriksaan terhadap kelima saksi ini bertujuan untuk memperkuat pembuktian serta melengkapi berkas perkara yang tengah diproses. Dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan ini menjadi perhatian karena melibatkan dana publik dalam jumlah besar yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis teknologi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.

Program digitalisasi pendidikan, yang diluncurkan sejak 2019, bertujuan menghadirkan akses pembelajaran berbasis TIK kepada siswa dan guru, terutama di daerah terpencil dan tertinggal. Namun, dalam pelaksanaannya, muncul dugaan adanya penyimpangan dalam pengadaan alat pembelajaran, seperti laptop, proyektor, dan jaringan internet, baik dari sisi kualitas barang maupun anggaran.

Sumber internal di Kejaksaan menyebutkan bahwa ada indikasi manipulasi dalam proses pengadaan dan distribusi perangkat TIK, termasuk potensi markup harga dan pengondisian pemenang tender. Kasus ini diduga melibatkan beberapa pihak dari internal kementerian serta sejumlah rekanan penyedia barang dan jasa.

“Pemeriksaan terhadap para saksi ini penting untuk mengurai sejauh mana keterlibatan dan tanggung jawab masing-masing individu dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan program,” ujar salah satu pejabat Kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.

Kejaksaan Agung menyatakan akan terus mendalami perkara ini dan tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang dipanggil dalam waktu dekat untuk memberikan keterangan.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut hak dasar anak bangsa dalam memperoleh pendidikan yang layak dan modern. Pemerintah diharapkan bersikap tegas terhadap pelanggaran hukum, terutama yang berkaitan dengan sektor pendidikan, demi menjaga kepercayaan masyarakat.

Komentar