“Modus operandi yang dilakukan oleh RC, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Asistensi, adalah dengan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya mark-up yang merugikan negara,” jelas Vanny.
Perbuatan RC diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana). Sebagai alternatif (subsidair), RC juga diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hingga saat ini, jumlah saksi yang telah diperiksa dalam penyidikan kasus ini mencapai 173 orang. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan terus melakukan pengembangan dan pengumpulan bukti untuk memperkuat kasus ini, sebagai bagian dari komitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
Komentar