JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah keras tudingan bahwa perubahan status empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara (Sumut) dipicu kepentingan politik. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menepis isu bahwa langkah tersebut merupakan bentuk “hadiah” untuk Presiden Joko Widodo atau Gubernur Sumut Bobby Nasution.
“Isu itu tidak berdasar. Tidak ada muatan politis apa pun dalam keputusan ini. Kami hanya menjalankan kewajiban administratif negara,” jelas Bima saat dihubungi, Sabtu (14/6).
Menurutnya, keputusan terkait Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang murni berlandaskan penyesuaian batas wilayah antarprovinsi. Bima menegaskan bahwa langkah ini masih dalam proses administratif yang dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan.
“Kami akan melakukan evaluasi mendalam. Bukan hanya melihat dari sisi geografi, tapi juga aspek sejarah dan budaya akan dikaji secara komprehensif,” tambahnya.
Sebelumnya, keputusan Kemendagri yang menetapkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, memicu ketegangan. Pasalnya, selama ini wilayah itu berada di bawah otoritas Kabupaten Aceh Singkil. Masyarakat Aceh pun menilai keputusan itu sebagai pengalihan sepihak atas wilayah mereka.
Sebagai respons atas kontroversi tersebut, Kemendagri menyatakan akan meninjau kembali status hukum dan administratif keempat pulau yang terletak di kawasan perbatasan antara Aceh dan Sumut.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi, dijadwalkan akan memimpin rapat evaluasi lanjutan terkait polemik ini pada Selasa, 17 Juni 2025.
Komentar