JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum atas kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto.
Dugaan pelanggaran ini melibatkan 13 mahasiswi sebagai korban. Saat ini, KemenPPPA telah menurunkan tim khusus untuk mengawal proses penyelidikan hingga tuntas.
“Kami telah menjalin koordinasi intensif dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Yogyakarta guna menjamin pemeriksaan berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku serta memastikan korban memperoleh keadilan,” ujar Arifah kepada media, Sabtu (12/4/2025).
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat yang diambil Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM dalam memberikan pendampingan kepada para korban dan mengusut kasus ini lebih lanjut.
Insiden tersebut terjadi sepanjang 2023 hingga 2024. Menurut Arifah, UGM telah mengambil tindakan administratif terhadap pelaku berdasarkan temuan awal.
“Kasus ini merupakan contoh nyata penyalahgunaan kekuasaan dalam lingkungan akademik, yang tergolong sebagai bentuk kekerasan seksual serius. Pemeriksaan harus dilakukan secara adil dan transparan dengan memperhatikan hak-hak korban,” tegasnya.
Arifah menyinggung keberadaan regulasi yang telah diterbitkan oleh Kemendikbudristek, yakni Peraturan Mendikbudristek No. 30 Tahun 2021 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi. Ia menilai aturan tersebut menjadi fondasi penting untuk pembentukan Satgas PPKS serta menciptakan ruang akademik yang aman bagi seluruh sivitas kampus.
“Perguruan tinggi punya peran vital dalam menghapus kekerasan seksual dari dunia pendidikan. Satgas PPKS perlu mengutamakan korban dan terus melakukan upaya pencegahan secara menyeluruh melalui edukasi, diskusi terbuka, dan pelibatan semua elemen kampus,” imbuhnya.
Dalam hal pendampingan terhadap korban, KemenPPPA melalui layanan SAPA 129 bersinergi dengan UPTD PPA Yogyakarta guna memastikan korban memperoleh dukungan psikologis, bantuan hukum, dan perlindungan yang komprehensif.
“Sinergi antar lembaga sangat penting dalam penanganan kasus semacam ini. Kolaborasi antara Satgas PPKS dan UPTD PPA akan membantu menjamin hak-hak korban terlindungi. Selain itu, dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar juga sangat menentukan proses pemulihan korban,” ucap Arifah.
Dilaporkan oleh detikJogja pada Jumat (4/4), Sekretaris UGM, Andi Sandi, menyampaikan bahwa laporan terkait kasus ini mulai masuk pada tahun 2024, meskipun peristiwa kekerasan disebut berlangsung sejak 2023. Satgas PPKS UGM kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dengan penyelidikan mendalam, termasuk pemeriksaan terhadap 13 orang korban dan saksi.
Dari hasil penyelidikan, Edy dinyatakan telah melanggar Pasal 3 Ayat 2 dalam Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Rekomendasi sanksi yang diberikan oleh Satgas PPKS kepada pihak rektorat mencakup hukuman mulai dari tingkat sedang hingga berat.
“Proses investigasi dilakukan sejak pertengahan 2024 dan di akhir tahun itu juga, rekomendasi sanksi disampaikan ke rektorat,” jelas Sandi.
Komentar