JurnalPatroliNews – Jakarta – Wacana pemerintah untuk menaikkan sejumlah tarif pajak dan cukai pada tahun 2026, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, cukai minuman berpemanis, serta cukai rokok, menuai kritik dari kalangan ekonom. Salah satunya disampaikan oleh ekonom senior Raden Pardede yang menilai langkah ini belum sesuai dengan kebutuhan kondisi ekonomi saat ini.
Dalam acara Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, Kamis (3/7/2025), Raden menyampaikan bahwa yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah bukanlah menaikkan tarif, melainkan memperbaiki tingkat kepatuhan pajak masyarakat dan pelaku usaha.
“Di situasi seperti sekarang ini, menaikkan tarif pajak seperti PPN atau cukai tidak tepat. Yang perlu dibenahi lebih dulu adalah kepatuhan para pembayar pajak,” ujar Raden.
Ia mencontohkan kasus cukai rokok, di mana kenaikan tarif justru berimbas pada maraknya peredaran rokok ilegal. Kondisi ini, kata Raden, malah berisiko menurunkan potensi pendapatan negara dari sektor tersebut.
“Rokok ilegal itu diperkirakan bisa menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun. Kalau pengawasan dan kepatuhan ditingkatkan, pendapatan negara bisa jauh lebih optimal tanpa harus menaikkan tarif,” katanya.
Menurutnya, kebijakan menaikkan pajak di tengah tekanan ekonomi hanya akan mendorong pergeseran ke sektor informal atau produk ilegal yang lebih murah, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Orang akan cari barang yang lebih murah, dan biasanya itu ilegal. Jadi kalau tarif dinaikkan sekarang, risikonya besar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Raden menilai bahwa memperluas basis pajak dan memperkuat sistem pengawasan adalah kunci meningkatkan penerimaan negara tanpa menambah beban masyarakat.
“Jangan buru-buru naikkan tarif seperti PPN, PPh, atau cukai. Pemerintah seharusnya memastikan dulu bahwa para wajib pajak yang seharusnya membayar, benar-benar membayar. Jangan terus berburu di kebun binatang yang sama,” tutupnya.
Komentar