Pada keputusan terbaru, apartemen kini digolongkan ke dalam kelompok tarif gedung bertingkat tinggi dan pusat perbelanjaan, yang menyebabkan lonjakan tarif yang sangat signifikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa kebijakan tarif berubah secara drastis tanpa adanya sosialisasi yang memadai kepada masyarakat?
Selain itu, dalam Keputusan Gubernur sebelumnya, kenaikan tarif air didasarkan pada kajian ekonomi serta evaluasi keterjangkauan bagi masyarakat, sementara pada kebijakan terbaru, tidak ada keterbukaan dalam penjelasan kepada publik. Hal ini berpotensi bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), terutama dalam aspek transparansi dan keadilan.
Pengamat Kritisi Tindakan Pj Gubernur Dituding Langgar Aturan, Tarif Bisa Dibekukan?
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, menyoroti kebijakan Pj Gubernur menyalahi atas kewenangannya, akibatnya keputusan ini menimbulkan polemik karena Pj Gubernur tidak diperbolehkan membuat kebijakan strategis, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 Pasal 9 ayat (2). Kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat, seperti kenaikan tarif air, seharusnya memerlukan persetujuan dari pemerintah pusat.
“Ya, karena kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Pj Gubernur seharusnya tidak bisa sembarangan membuat keputusan yang bersifat strategis, apalagi jika itu menyangkut kepentingan publik seperti tarif air. Jika aturan ini diabaikan, keputusan tersebut bisa digugat dan dibatalkan. Bahkan, dalam beberapa kasus serupa, pemerintah pusat bisa membekukan kebijakan yang dianggap bertentangan dengan regulasi yang berlaku,” ujar Uchok kepada JurnalPatroliNews, Jumat (14/3/2025).
Lanjut Uchok, kenaikan Tarif air PAM Jaya tidak masuk akal lantaran ada oknum yang diuntungkan, dan sudah termasuk kategori dugaan korupsi. Karena melanggar aturan hukum yang diatas.
Komentar