Strategi Ekonomi Indonesia Di Tengah Badai

Oleh: Radhar Tribaskoro
Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia

Dalam dunia yang semakin kacau — ditandai oleh fragmentasi geopolitik, proteksionisme ekonomi, dan ketidakpastian energi — ketangguhan ekonomi nasional menjadi syarat dasar untuk bertahan. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, tidak cukup lagi hanya bergantung pada arus ekspor bebas atau aliran investasi global.

Strategi harus berubah. Indonesia perlu membangun daya tahan ekonomi yang memungkinkan negara ini tetap tegak, bahkan ketika badai global menghantam lebih keras dari sebelumnya.

Membangun daya tahan ini memerlukan tiga pilar utama: ketahanan energi, diversifikasi perdagangan, dan reindustrialisasi. Tiga pilar ini harus saling menopang, membentuk fondasi baru bagi pertumbuhan yang mandiri dan berkelanjutan.

Sumber Daya sebagai Benteng

Energi adalah nadi peradaban modern. Tanpa energi yang cukup dan stabil, tidak ada industri yang berjalan, tidak ada mobilitas masyarakat, bahkan tidak ada pertumbuhan ekonomi.

Di dunia yang semakin terpecah, akses terhadap energi menjadi semakin politis dan tidak pasti. Konflik Rusia-Ukraina, embargo minyak, dan fluktuasi harga gas menunjukkan betapa cepat pasokan energi dapat terganggu. Indonesia, sebagai negara yang masih bergantung pada impor minyak dan gas dalam jumlah signifikan, harus mempercepat upaya membangun ketahanan energi nasional.

Pertama-tama, Indonesia perlu mempercepat diversifikasi sumber energi domestik. Ini bukan hanya soal berpindah ke energi terbarukan demi memenuhi komitmen perubahan iklim, tetapi soal keamanan nasional. Pengembangan bioenergi berbasis kelapa sawit, percepatan penggunaan tenaga surya di kawasan pedesaan, eksplorasi energi panas bumi, dan pengembangan jaringan listrik berbasis gas alam domestik harus menjadi prioritas strategis.

Kedua, membangun cadangan strategis energi juga penting. Banyak negara maju, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, memiliki cadangan minyak strategis untuk menghadapi krisis pasokan. Indonesia perlu memperluas kapasitas penyimpanan energi nasional — baik untuk minyak, gas, maupun baterai listrik — agar bisa menghadapi potensi guncangan pasokan internasional.

Ketiga, meningkatkan efisiensi penggunaan energi adalah langkah cerdas. Mengurangi ketergantungan konsumsi energi fosil melalui kampanye nasional hemat energi, mempercepat elektrifikasi transportasi umum, dan memperkenalkan insentif untuk industri hijau akan memperkuat posisi Indonesia dalam jangka panjang.

Ketahanan energi bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga soal kemampuan mempertahankan keberlanjutan ekonomi nasional dalam kondisi guncangan global. Dengan membangun benteng energi dalam negeri, Indonesia bisa mengurangi salah satu titik rawan terbesar dalam ekonomi modernnya.

Jangan Taruh Semua Telur dalam Satu Keranjang

Di masa globalisasi puncak, banyak negara berkembang didorong untuk mengandalkan ekspor komoditas mentah atau produk manufaktur sederhana ke pasar besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Eropa.

Namun di dunia yang makin proteksionis, ketergantungan berlebihan pada satu atau dua pasar utama menjadi risiko serius. Jika salah satu pasar tertutup karena perang dagang, resesi, atau perubahan kebijakan, ekonomi nasional bisa terguncang hebat.

Karena itu, Indonesia harus memperkuat diversifikasi pasar ekspor. Kawasan ASEAN, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin harus menjadi target pengembangan pasar baru, bukan hanya Eropa atau Amerika Utara. Kesepakatan perdagangan regional seperti RCEP harus dimanfaatkan secara maksimal untuk memperluas akses produk Indonesia ke negara-negara Asia Timur dan Pasifik.

Diversifikasi tidak hanya soal geografis, tetapi juga soal jenis produk. Indonesia tidak boleh puas hanya mengekspor batubara, minyak sawit, atau tekstil. Produk dengan nilai tambah lebih tinggi — seperti komponen elektronik, peralatan medis, produk agribisnis olahan, hingga jasa digital — harus diperkuat agar Indonesia tidak mudah terguncang ketika harga komoditas mentah anjlok.

Selain itu, penting untuk memperkuat basis perjanjian dagang bilateral. Di tengah dunia yang semakin bilateral dan blok-blokan, Indonesia harus agresif memperluas perjanjian dagang dengan negara-negara yang secara strategis penting: India, Australia, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, dan negara-negara di Amerika Selatan.

Diversifikasi juga membutuhkan peningkatan daya saing domestik. Tidak cukup hanya membuka pasar baru; produk-produk Indonesia harus mampu bersaing dari segi kualitas, efisiensi produksi, dan inovasi. Pendidikan vokasi, reformasi regulasi usaha kecil dan menengah (UKM), serta penyediaan logistik yang efisien adalah bagian integral dari strategi ini.

Dengan diversifikasi pasar dan produk, Indonesia membangun jaring pengaman ekonominya sendiri. Kalau satu pasar terguncang, masih ada pasar lain yang menopang. Kalau satu produk tertekan, ada inovasi lain yang mendorong. Ini adalah prinsip sederhana dalam dunia kompleks: jangan pernah bergantung pada satu sumber penghidupan.

Reindustrialisasi: Dari Ekspor Bahan Mentah ke Ekonomi Bernilai Tambah

Satu pelajaran besar dari dunia yang terguncang adalah bahwa negara yang kuat adalah negara yang punya kapasitas produksi sendiri. Negara yang hanya mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi akan selalu rentan terhadap perubahan global.

Indonesia harus mempercepat agenda reindustrialisasi — mengembangkan kapasitas produksi dalam negeri, bukan hanya untuk konsumsi domestik, tetapi juga untuk pasar ekspor bernilai tinggi.

Langkah pertama adalah memperluas hilirisasi sumber daya alam. Larangan ekspor bijih nikel dan mendorong pembangunan industri pengolahan di dalam negeri adalah contoh awal yang baik. Kebijakan ini harus diperluas ke sektor-sektor lain seperti bauksit, tembaga, emas, dan minyak sawit. Indonesia harus berhenti menjual bahan mentah; Indonesia harus menjual produk setengah jadi atau jadi dengan nilai tambah tinggi.

Langkah kedua adalah membangun industri strategis baru. Di dunia yang terganggu rantai pasok global, negara-negara besar mencari mitra produksi alternatif untuk produk-produk seperti semikonduktor, baterai kendaraan listrik, alat kesehatan, dan agribisnis teknologi tinggi. Indonesia harus mengambil peluang ini, bukan dengan proteksi semu, tetapi dengan insentif investasi yang cerdas, dukungan riset dan inovasi, serta pengembangan ekosistem industri dalam negeri.

Langkah ketiga adalah memperkuat integrasi industri domestik. Rantai pasok dalam negeri — dari petani dan UKM kecil sampai pabrik besar — harus dihubungkan secara efektif. Pemerintah bisa memfasilitasi ini dengan insentif untuk penggunaan produk lokal, pengembangan kawasan industri berbasis klaster, dan dukungan teknologi informasi untuk mempercepat integrasi produksi.

Reindustrialisasi bukan semata proyek ekonomi. Ini adalah proyek nasional untuk membangun kedaulatan ekonomi. Tanpa industri yang kuat, tidak ada negara yang bisa mandiri dalam politik internasional. Tanpa kapasitas produksi, Indonesia akan tetap berada di pinggiran percaturan global.

Ekonomi Tangguh, Negara Berdaulat

Membangun ketahanan energi, mendiversifikasi perdagangan, dan mendorong reindustrialisasi bukanlah tugas mudah. Dibutuhkan visi jangka panjang, konsistensi kebijakan lintas pemerintahan, keberanian melawan kepentingan sempit, dan ketangguhan sosial dari seluruh rakyat Indonesia.

Namun tantangan besar ini juga membawa peluang besar. Di tengah dunia yang bergejolak, negara-negara yang mampu menata dirinya dengan cerdas akan muncul sebagai pemenang baru. Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah, populasi muda yang dinamis, dan posisi geografis yang strategis, memiliki semua bahan dasar untuk menjadi kekuatan ekonomi besar.

Yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan untuk menjadi kuat di tengah badai — membangun fondasi ekonomi yang tahan guncangan, bukan hanya mengejar pertumbuhan cepat tanpa dasar yang kokoh.

Sejarah mengajarkan bahwa bangsa-bangsa besar tidak lahir dalam masa nyaman. Mereka ditempa dalam badai — dan Indonesia hari ini sedang dipanggil untuk memilih: ikut hanyut dalam kekacauan dunia, atau bangkit menjadi jangkar stabilitas baru di kawasan dan dunia.

Komentar