Kiisah KH. Buya Syakur Yasin: “AWALUDDIN MA’RIFATULLAH” Awal Agama Mengenal Allah 

JurnalPatroliNews –  Jakarta,- Tidaklah salah jika publik khususnya ummat yang pernah mengikuti dakwah pengetahuan ilmu Agama dari Ulama besar seperti KH.Buya Syakur, yang akhir-akhir ini menjadi sorotan di kalangan masyarakat.

Ulama besar KH.Buya Syakur Yasin yang lahir di Indramayu 12 November 1960, sudah lama dikenal dan tidak asing bagi masyarakat Indramayu khususnya dan atau umumnya masyarakat Jawa Barat bahwa Ulama besar KH.Buya Syakur Yasin sudah di anggap sebagai sosok ulama yang intelektual, dakwahnya enak didengar karena mudah diterima akal maupun logika pendengar.

Dari atas podium KH.Buya Syakur Yasin, selalu tampak senyum dan bersahabat saat berdakwah yang juga gampang dicerna ketika menyampaikan kajian-kajian Islam dengan khasnya yang tenang tetapi tegas, tekstual, juga rasional, lengkap tidak ketinggalan dengan selipan berbagai humor menjadi bumbu penyemangat kalangan masyarakat mendalami ilmu Agama.

Selain itu,KH Buya Syakur Yasin juga memiliki dakwah khas Nahdhatul Ulama (NU), di mana ia selalu berhasil memecahkan setiap persoalan hidup manusia yang begitu rumit, dengan mengedepankan persatuan di atas keragaman masyarakat.

Tidak perlu heran, jika ulama seperi KH. Buya Syakur Yasin yang kini tinggal di Candang pinggan Indramayu itu, bukan sosok yang hanya mengenyam pendidikan di Indonesia saja.

Seperti hadist Nabi yang menyebutkan, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, KH Buya Syakur Yasin ternyata lahir di kampung halamannya tetapi pernah hijrah ke negeri orang untuk menuntut ilmu Agama.

Ulama besar itu, ternyata sampai menghabiskan waktu 12 tahun menggali ilmu agama Islam di berbagai Pondok Pesantren mulai dari Indonesia — salah satunya di Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon, kemudian terbang ke Timur Tengah untuk memperdalam wawasan keislamannya.

Beliau, KH.Buya Syakur Yasin telah menjelajahi Jazirah Arab, seperti Libya, Irak, Syira sampai Tunisia.

Pengetahuan yang diperolehnya dari Timur tengah itu ternyata tidak cukup sampai di sana, ia kemudian memutuskan diri untuk terbang ke Eropa, tepatnya hingga London Inggris.

Berikut jalur pendidikan Buya Syakur lebih lengkapnya:

1. Melanjutkan pendidikan di Irak tahun 1971. Pada saat yang sama, karena kecerdasan dan prestasinya, ia kemudian dilantik menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Syiria.

2. Selepas menghabiskan waktu di Irak, Buya Syakur lalu memilih untuk mendalami ilmu Al Quran di Libya pada tahun 1977.

3. Di tempat yang sama, ia menuntaskan studi sastra Arab yang terbilang pelajaran tersulit pada jamannya di tahun 1979.

Perjalanan pendidikan sengkapnya, sebagai berikut :

1. Melanjutkan pendidikan di Irak tahun 1971. Pada saat yang sama, karena kecerdasan dan prestasinya, ia kemudian dilantik menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Syiria.

2. Selepas menghabiskan waktu di Irak, Buya Syakur lalu memilih untuk mendalami ilmu Al Quran di Libya tahun 1977.

3. Di tempat yang sama, ia menuntaskan studi sastra Arab yang terbilang pelajaran tersulit pada jamannya tahun 1979.

4. Tak cukup di Libya, Buya Syakur kemudian memutuskan untuk terbang ke Tunisia tahun 1981. Di sana, Sastra Linguistik menjadi tujuan berikutnya.

5. Terakhir, karena menyadari ilmu metologi moderen tumbuh pesat di barat, Buya Syakur lantas mengambil keputusan untuk pergi ke London Inggris tahun 1985.

Pendalaman ilmu Agamanya kurang lebih 20 tahun ia menghabiskan waktu belajar di Timur Tengah dan Eropa. Sungguh pencapaian yang sangat sulit dikejar oleh generasi hari ini. Karenanya sangat wajar jika dalam kajian yang disampaikannya merupakan perpaduan antara dalil Al Quran, hadist, filsafat, logika sampai sains. Kajian yang sangat holistik

Pada tahun 1991, selepas studinya di dua benua itu, Buya Syakur akhirnya pulang ke Indonesia. Dalam perjalanannya, ia ditemani sejumlah tokoh hebat Indonesia, di antaranya Gusdur, Quraih Shihab, Nucholis Majid dan Alwi Shihab. Mereka adalah “geng” ulama intelektual yang mewarnai keislaman di Indonesia sampai hari ini.

Apa yang didapat Buya Syakur di Timur Tengah dan Eropa, ia sampaikan kembali di kampung halamannya Indramayu, dengan metode dakwah yang mudah dipahami dan dengan bahasa yang terjangkau semua kalangan sebagai “Awaluddin Mahrifatullah”.

Akhirnya pada tahun 1995, ia memutuskan untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang diberi nama “CandangPinggan” sesuai dengan nama daerah setempat. Terletak di Jl. By Pass Kertasemaya KM. 37 Rt. 01 Rw. 01 Candangpinggan,

Pondok Pesantren itu kini sering dikunjungi banyak jamaah bukan hanya dari Indramayu tapi juga dari kota lainnya bahkan dari luar pulau.

Eksistensinya Hari ini
Di samping membaktikan diri di kampung halamannya di Pesantren yang ia dirikan, Buya Syakur juga meluangkan waktu untuk mengisi kajian di tengah masyarakat umum. Hasil kajiannya tersebut kemudian ditampilkan melalui platform YouTube, dengan nama kanal KH. Buya Syakur MA dan label Wamimma TV.

Ada sebuah anekdot yang ia ceritakan sendiri, bahwa suatu hari Gusdur pernah ditanya oleh wartawan siapakah tokoh di Indonesia yang memiliki wawasan luas dan berpikir tajam analitis. Gusdur menjawab ada tiga orang, yaknii Quraish Shihab, Cak Nur dan Pak Syakur. Namun, kata Gusdur, banyak yang tidak tahu Pak Syakur (Buya Syakur), lantaran tidak menonjolkan diri.

Penilaian Gusdur tampaknya bukan tanpa alasan. Hal itu terbukti dari tema-tema yang dikaji Buya Syakur cukup rumit, berat dan menyeluruh. Kajiannya seputar tema-tema dengan basis kitab klasik dan kotemporer, seperti tasawuf, Fi Zhilali al-Quran, La Tahzan karya ‘Aidh Al-Qarni, sampai al-Hikam, sebagaimana dikutip berita yang dilansir dari santaiaja.co. *

Komentar