JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi II DPR RI mengaku lega karena pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu belum dilakukan pada tahun 2025.
Hal ini dinilai menjadi keuntungan tersendiri menyusul lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang mengatur pemisahan antara pemilu nasional dan pemilihan kepala daerah.
Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyebut bahwa situasi ini menghindarkan parlemen dari keharusan melakukan revisi ulang atas aturan yang sedang berjalan. Jika pembahasan revisi sudah dilakukan sebelumnya, katanya, maka harus diulang dari awal lagi menyesuaikan dengan perubahan prinsipil yang ditetapkan oleh MK.
“Kalau sampai RUU Pemilu sudah dibahas, lalu keluar putusan MK yang mengubah struktur dasar pemilu, kita harus mulai lagi dari nol. Prosesnya tentu menyita banyak energi dan waktu,” ujar Rifqi ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 7 Juli 2025.
Menurut Rifqi, keputusan MK tersebut secara fundamental mengubah konsep keserentakan pemilu, yang sebelumnya menyatukan pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah dalam satu waktu.
Ia menilai bahwa penundaan pembahasan RUU Pemilu justru memberi ruang adaptasi yang lebih efisien terhadap perubahan konstitusional tersebut. “Kita bisa menyusun ulang langkah secara lebih terencana, tanpa harus bolak-balik merevisi,” tambahnya.
Politikus Partai NasDem ini juga mencatat bahwa isu-isu seputar pemilu tampaknya tidak pernah benar-benar tuntas, bahkan ketika pemilu sendiri telah usai.
“Walau pemilu sudah selesai, persoalan-persoalan teknis dan politiknya selalu muncul lagi. Jadi kami di Komisi II kadang merasa sulit untuk sepenuhnya fokus pada isu lain karena dinamika ketatanegaraan terus berubah,” jelas Rifqi.
Ia pun menutup dengan menyampaikan bahwa berbagai perubahan sistem yang muncul, terutama dari lembaga-lembaga tinggi seperti MK, sering kali tidak dapat diprediksi dan menuntut respons cepat dari parlemen.
Komentar