JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua mantan Direktur Utama PT Jembatan Nusantara (JN) dalam pengusutan dugaan korupsi seputar kerja sama usaha dan akuisisi perusahaan tersebut oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dalam rentang tahun 2019 hingga 2022.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyampaikan bahwa kedua saksi, yakni Andi Mashuri (Dirut PT JN tahun 2024) dan Sri Rahayu Lin Astuti (Dirut tahun 2022), hadir menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa, 29 April 2025.
Penyidikan ini merupakan kelanjutan dari kasus yang sebelumnya telah menyeret empat tersangka, tiga di antaranya telah resmi ditahan pada Februari 2025. Mereka adalah mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi (2017–2024), mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono, serta mantan Direktur Komersial dan Pelayanan Muhammad Yusuf Hadi.
Satu tersangka lain, Adjie, yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara, belum ditahan lantaran alasan kesehatan.
Kasus ini berawal pada tahun 2014, saat Adjie menawarkan perusahaannya kepada ASDP untuk diakuisisi. Namun, saat itu sebagian jajaran direksi dan komisaris ASDP menolak, dengan pertimbangan kondisi armada kapal milik PT JN yang dinilai sudah usang, serta prioritas internal ASDP untuk memperbarui kapal sendiri.
Situasi berubah ketika Ira Puspadewi menjabat sebagai Dirut ASDP pada 2018. Adjie kembali mengajukan proposal akuisisi. Serangkaian pertemuan pun digelar di berbagai tempat, termasuk di kediaman Adjie, yang dihadiri Ira serta dua pejabat ASDP lainnya, Yusuf dan Harry.
Nota Kesepahaman antara ASDP dan PT JN ditandatangani pada 26 Juni 2019, diikuti dengan kontrak kerja sama usaha (KSU) pada 23 Agustus 2019. Dalam praktiknya, ASDP justru memprioritaskan pengoperasian kapal milik PT JN, agar kondisi keuangannya tampak sehat dan layak untuk diambil alih.
Proses akuisisi mulai dirancang pada 2020 usai pergantian jajaran komisaris ASDP. Meski belum ada pedoman internal soal akuisisi, Ira mendorong timnya untuk segera menyusun kebijakan tersebut. Akuisisi ini kemudian dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024, yang mencakup pengadaan 53 kapal dari KSU, berbeda dari RJPP 2019–2023 yang masih fokus pada efisiensi dan kesehatan keuangan.
Sebelum keputusan resmi direksi soal mekanisme pengambilalihan disahkan pada 7 Februari 2022, tim akuisisi ASDP sudah lebih dulu melakukan penilaian kelayakan (due diligence) terhadap kapal-kapal PT JN dan afiliasinya.
Valuasi terhadap 53 kapal milik JN Group—yang terdiri dari 42 kapal milik PT JN dan 11 milik afiliasinya—dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik MBPRU. Namun, hasil penilaian tersebut diduga telah dimanipulasi agar sejalan dengan nilai yang diinginkan Adjie, yakni minimal Rp2 triliun, dan disetujui oleh direksi ASDP.
Setelah beberapa kali perundingan, pada 20 Oktober 2021 disepakati bahwa nilai akuisisi ditetapkan sebesar Rp1,272 triliun, dengan rincian Rp892 miliar untuk saham dan 42 kapal PT JN, serta Rp380 miliar untuk kapal afiliasi. Selain itu, PT JN yang baru harus menanggung utang lama perusahaan.
Menurut penyidik KPK, transaksi ini berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar sedikitnya Rp893,16 miliar.
Komentar