Mahfud MD Sebut RUU Penyiaran Tak Tepat!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Mahfud MD, Mantan Menko Polhukam RI, mengkritik Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dinilai bisa melarang produk jurnalistik investigasi.

Menurut Mahfud, RUU Penyiaran tersebut didapati kekeliruan. Sebab, tugas jurnalis justru melakukan investigasi.

“Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang,” kata Mahfud, dalam keterangannya, Rabu (15/5/24).

“Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani,” tambahnya.

Ia berpendapat bahwa melarang jurnalis melakukan investigasi dan menyiarkan hasilnya sama saja dengan melarang orang melakukan riset.

“Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi,” tegas Mahfud.

Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013, Mahfud menyatakan bahwa konsep hukum dan politik di Indonesia saat ini semakin tidak jelas dan tidak menyeluruh. Undang-undang yang muncul sering kali hanya bersifat teknis dan tidak ada sinkronisasi dengan undang-undang lainnya, seperti UU Pers dan UU Pidana.

Menurut Mahfud, kehadiran RUU Penyiaran seharusnya mendukung undang-undang lain, bukan hanya berdasarkan kepentingan tertentu.

“Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa,” kata Mahfud.

RUU Penyiaran ini dianggap berpotensi membatasi kebebasan pers. Salah satu pasal yang disorot adalah Pasal 50B ayat (2) huruf c, yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigatif. Pasal ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28F yang menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Selain itu, pasal tersebut juga bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran. Dengan demikian, substansi dari aturan ini dianggap sebagai upaya untuk mengintervensi dan membungkam kebebasan pers di Indonesia.

Komentar