Eks Wali Kota Palembang Jadi ‘TSK’ Korupsi BOT Pasar Cinde, Kejaksaan Dalami Aliran Dana

JurnalPatroliNews – Palembang – Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Sumatera Selatan kembali menjadi sorotan. Pada Senin, 7 Juli 2025, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) resmi menetapkan satu tersangka baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek kerja sama pemanfaatan aset daerah di kawasan strategis Pasar Cinde, Palembang.

Kali ini, perhatian publik tertuju pada H, mantan Wali Kota Palembang, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik setelah melalui serangkaian pemeriksaan mendalam dan pengumpulan alat bukti yang dinilai telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., melalui keterangan tertulis kepada redaksi JurnalPatroliNews.

Proyek BOT Pasar Cinde Jadi Sorotan

Kasus yang menjerat H bermula dari proyek kerja sama Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan PT MB, yang melibatkan pemanfaatan aset daerah berupa lahan di Jalan Jenderal Sudirman, kawasan Pasar Cinde, Palembang, pada periode 2016 hingga 2018.

Menurut Vanny, tersangka H diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang memberikan potongan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada PT MB.

“Kebijakan tersebut tidak sepatutnya diberlakukan karena PT MB bukanlah entitas yang bergerak di bidang kemanusiaan atau sosial yang dapat menerima keringanan semacam itu,” jelas Vanny.

Cagar Budaya Dibongkar, Aliran Dana Dicurigai

Tak hanya itu, H juga diduga memerintahkan pembongkaran Pasar Cinde, yang saat itu telah berstatus sebagai bangunan cagar budaya, tanpa melalui prosedur yang sesuai. Tindakan tersebut menuai kritik tajam dari kalangan pelestari budaya dan masyarakat sipil.

Dugaan keterlibatan H semakin diperkuat dengan temuan aliran dana mencurigakan ke rekening pribadinya, yang terungkap melalui pemeriksaan bukti elektronik. Aliran dana ini menjadi titik fokus lanjutan penyidikan, termasuk penelusuran aset untuk pengembalian kerugian keuangan negara.

Dengan dasar tersebut, H resmi ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: TAP-18/L.6.5/Fd.1/07/2025, dan mulai ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 7 Juli hingga 26 Juli 2025, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-15/L.6.5/Fd.1/07/2025.

Dijerat Undang-Undang Tipikor

Atas perbuatannya, H dijerat dengan ketentuan:

Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta

Pasal 11 Undang-Undang Tipikor sebagai alternatif pasal.

Hingga saat ini, sebanyak 74 orang saksi telah diperiksa, dan pada hari yang sama, Kejati Sumsel juga menggelar rekonstruksi perkara di sejumlah lokasi untuk memperkuat pembuktian materiil dalam proses hukum yang sedang berjalan.

“Kami akan terus mendalami aliran dana, melakukan pelacakan aset, dan memastikan setiap pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban,” tegas Vanny.

Penegasan Hukum untuk Pengelolaan Aset Daerah

Kasus ini menjadi alarm penting bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan aset milik publik, terutama yang memiliki nilai sejarah dan budaya. Praktik kolusi yang melibatkan pengambilan keputusan sepihak demi keuntungan pribadi kini tidak lagi bisa ditoleransi.

Kejati Sumsel menegaskan akan melanjutkan penyidikan secara tuntas dan profesional sebagai bentuk komitmen dalam menjaga akuntabilitas publik serta melindungi aset negara dari praktik korupsi yang merugikan masyarakat luas.

Komentar