JurnalPatroliNews – Jakarta – Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru mewakili Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia Kalimantan Selatan (LPRI Kalsel) selaku Pemantau dan Prof. Ir. H. Udiansyah, MS. selaku Pemilih, secara resmi mengajukan permohonan pembatalan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025 tanggal 21 April 2025. Keputusan tersebut menetapkan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru Tahun 2024, yang dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 tanggal 4 Februari 2025.
Putusan MK tersebut menyatakan bahwa Pilkada Banjarbaru pada 27 November 2024 melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 serta prinsip-prinsip Pemilu yang adil dan bebas, sebagaimana tercantum dalam paragraf 3.18.2 halaman 241:
“..Dengan demikian, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024 telah melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 dan melanggar asas Pemilu, khususnya asas “adil” dan asas “bebas” dikarenakan tidak adanya keadilan bagi para pemilih, serta tidak adanya kebebasan para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada Pasangan Calon Nomor Urut 1 sehingga haruslah dibatalkan;”
Namun ironisnya, PSU yang diselenggarakan untuk memperbaiki pelanggaran justru kembali diwarnai praktik politik uang yang diduga dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk memenangkan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Lisa Halaby-Wartono, melawan kolom kosong. Praktik ini tentu mencederai asas Pemilu yang jujur dan adil serta merugikan masyarakat Banjarbaru.
Adapun hasil PSU Pilkada Banjarbaru sebagai berikut:
- Paslon Nomor 1: 56.043 suara
- Kolom Kosong: 51.415 suara
- Total Suara Sah: 107.458 suara
- Total Suara Tidak Sah: 3.358 suara
Tim Hukum Hanyar menilai bahwa PSU Banjarbaru merupakan contoh nyata dari kerusakan demokrasi elektoral, di mana prinsip “free and fair election” dikalahkan oleh kekuatan uang dan praktik kecurangan sistemik. Permohonan ini akan memaparkan bagaimana kekuatan politik uang dijadikan strategi utama pemenangan, sehingga demokrasi tidak lagi mencerminkan kedaulatan rakyat, melainkan berubah menjadi “DUITokrasi” (kedaulatan uang).
Dalam permohonannya, Tim Hukum Hanyar meminta MK untuk mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 dari pencalonan Pilkada Banjarbaru. Selain itu, juga memohon agar MK menetapkan kolom kosong sebagai pihak yang memperoleh suara terbanyak. Sebagai tindak lanjut, Tim Hukum Hanyar meminta KPU untuk menyelenggarakan Pilkada ulang pada bulan Agustus 2025.
Komentar