Mutasi Pejabat Maybrat Picu Polemik Nasional: Surat Perintah dan Nota Dinas Gantikan Keputusan Bupati? BKN, Kemendagri, Kemenpan RB, Ombusdman Diharapkan Bertindak!

JurnalPatroliNews – Maybrat – Gelombang mutasi dan rotasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Maybrat mendadak jadi perbincangan hangat. Bukan hanya karena jumlah pejabat yang dimutasi, tetapi lantaran proses administrasinya yang dianggap janggal. Sejumlah nama dilaporkan digeser dari posisinya hanya bermodalkan Surat Perintah dan Nota Dinas, tanpa adanya Keputusan Bupati yang menjadi dasar sah dalam hukum administrasi pemerintahan.

Informasi ini pertama kali mencuat setelah beredarnya pemberitaan dimedia internet yang berjudul “Ini Penjelasan Bupati Maybrat, Karel Murafer, terkait Nota Dinas yang diberikan untuk 2 OPD”. Anehnya, dokumen tersebut bukanlah SK Bupati seperti lazimnya, melainkan Nota Dinas dari pejabat tertentu yang memberi perintah penyerahan tugas. Sontak, hal ini menimbulkan keresahan, tidak hanya di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga publik termasuk Organisasi Kemasyarakatan Garda Tipikor yang menaruh harapan pada tertibnya sistem birokrasi di daerah ini.

Ketidaklaziman ini memunculkan pertanyaan: apakah mutasi ini sah secara hukum? Dalam sistem pemerintahan daerah, pengangkatan maupun pemberhentian pejabat struktural hanya dapat dilakukan melalui Keputusan Bupati. Surat perintah atau nota dinas, meskipun berasal dari pejabat berwenang, tidak dapat menggantikan kedudukan hukum dari SK Bupati. Tanpa dasar hukum yang kuat, status jabatan yang diberikan berisiko cacat administrasi.

Kondisi ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Dalam tata kelola pemerintahan, prosedur bukanlah sekadar formalitas. Ia menjadi penjamin kepastian hukum, keadilan bagi pegawai, dan perlindungan atas keputusan publik. Ketika dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa prosedur dilompati, bahkan oleh niat baik sekalipun, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kredibilitas pemerintah daerah, tetapi juga stabilitas pelayanan publik secara keseluruhan.

Sebagaimana dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap tindakan pejabat pemerintahan harus diselenggarakan berdasarkan, Asas Legalitas, Perlidungan Pegawai, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), antara lain asas kepastian hukum, keterbukaan, dan akuntabilitas. Jika mutasi dilakukan tanpa landasan keputusan resmi dari Bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian, maka tindakan administratif tersebut berpotensi bertentangan dengan AUPB. Ketidaksesuaian ini tidak hanya melemahkan legitimasi pejabat yang ditunjuk, tetapi juga membuka ruang masalah hukum terhadap keabsahan keputusan dan kebijakan yang dikeluarkannya di kemudian hari.

“Bahkan dari sisi internal, tidak sedikit ASN bertanya-tanya soal motif di balik pergeseran ini. “Kalau memang ini penyegaran birokrasi, kenapa tidak ada proses yang terbuka? Kenapa tidak melalui mekanisme biasa? Kami hanya ingin tahu, ini demi perbaikan atau ada agenda lain?” ujar salah satu pegawai Pemkab Maybrat yang enggan disebutkan namanya.

Lebih jauh, penggunaan nota dinas untuk menggantikan SK dalam rotasi jabatan juga membuka potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. Dalam aturan itu ditegaskan, pengangkatan dan pemberhentian jabatan struktural adalah kewenangan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian dan harus sesuai peraturan perundang-undangan.

Dan Sesuai Permendagri 73 Tahun 2016, 6 (enam) bulan setelah dilantik  Bupati atau Walikota tidak boleh mengganti pejabat kecuali Izin Mendagri.

“Anehnya lagi dalam proses mutasi rotasi pejabat tersebut bukan dalam rangka mengisi kekosongan, melainkan menggantikan atau menggeser pejabat aktif yang memiliki legal standing yang jelas melalui surat keputusan pengangkatan pejabat pada tahun 2022,” cetus Deri Sekjen DPP Garda Tipikor Indonesia di Jakarta, Sabtu (20/4/2025).

Di tengah polemik ini, para pengamat pemerintahan mengingatkan agar Bupati Maybrat segera dapat meluruskan persoalan ini secara terbuka. Apalagi jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, bahkan berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan daerah.

Saat ini, masyarakat menanti klarifikasi resmi dari Pemerintah Kabupaten Maybrat. Apakah mutasi ini sah? Apakah prosedurnya sesuai aturan? Dan siapa yang bertanggung jawab atas penggunaan dokumen non-SK dalam perombakan struktur pemerintahan?

Masyarakat Maybrat juga mengharapkan agar pemerintah pusat seperti BKN, Menpan RB, Kemendagri, Ombusdman dapat turun ke Maybrat untuk mengklarifikasi sekaligus meluruskan permasalahan yang ada di Maybrat demi memastikan tertib administrasi dan pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Komentar