Obligasi Hijau di Indonesia Tembus Rp36 Triliun, OJK Dorong Pertumbuhan Instrumen Keuangan Berkelanjutan

JurnalPatroliNews – Jakarta – Sejak tahun 2022 hingga 8 Mei 2025, pasar modal Indonesia telah mencatat sebanyak 22 aksi penawaran umum untuk Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) yang berorientasi pada keberlanjutan, dengan nilai total emisi menembus angka Rp36 triliun. Data ini disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bagian dari upaya mendorong pembiayaan ramah lingkungan dan sosial.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, angka tersebut memang masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan emisi dari instrumen utang konvensional. Meski begitu, dia optimistis tren ini akan tumbuh seiring meningkatnya kesadaran terhadap prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) di dalam negeri.

“Inisiatif keuangan berkelanjutan di Indonesia terus menunjukkan progres, terutama setelah isu lingkungan dan sosial makin mendapat perhatian dari investor dan emiten,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (2/6/2025).

Regulasi Baru Dorong Ekspansi EBUS

Untuk memperkuat kerangka regulasi, OJK telah menerbitkan aturan baru, yakni POJK Nomor 18 Tahun 2023. Aturan ini memperluas cakupan dari regulasi sebelumnya (POJK 60/POJK.04/2017), yang semula hanya mengakomodasi obligasi lingkungan, kini juga mencakup obligasi sosial dan obligasi keberlanjutan.

Dengan adanya regulasi ini, EBUS kini terbagi menjadi beberapa kategori: obligasi lingkungan, obligasi sosial, obligasi keberlanjutan, Sukuk Wakaf, serta EBUS lain yang terkait dengan prinsip keberlanjutan. Perluasan ini mempermudah emiten untuk mengakses pasar modal sebagai sarana pembiayaan proyek berkelanjutan.

“OJK berkomitmen menjadikan pasar modal sebagai bagian penting dari agenda pembangunan hijau nasional,” tambah Inarno.

Aturan ini juga merupakan respons Indonesia terhadap tantangan global, termasuk komitmen dalam Perjanjian Paris, serta selaras dengan kerangka keuangan berkelanjutan regional ASEAN.

Penggunaan Dana Disesuaikan Jenis EBUS

Setiap jenis EBUS memiliki ketentuan khusus mengenai penggunaan dana yang dihimpun. Misalnya, hasil dari penerbitan obligasi lingkungan hanya bisa digunakan untuk kegiatan usaha yang mendukung pelestarian lingkungan hidup. Sementara dana dari obligasi sosial wajib dialokasikan untuk program sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Adapun untuk obligasi keberlanjutan, penggunaan dana dapat mencakup kedua aspek, yakni lingkungan dan sosial. Sukuk Wakaf juga diatur khusus, yakni untuk mendukung proyek-proyek yang bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan aset wakaf.

Terdapat pula kategori EBUS yang membolehkan penggunaan dana untuk tujuan perusahaan secara umum, seperti penambahan modal kerja atau ekspansi usaha, asalkan penerbitan tersebut dikaitkan dengan indikator kinerja berkelanjutan.

Dengan regulasi yang semakin adaptif ini, OJK berharap semakin banyak pelaku usaha memanfaatkan EBUS sebagai sumber pembiayaan alternatif, sekaligus berkontribusi nyata pada agenda pembangunan yang berwawasan sosial dan lingkungan.

Komentar