OJK Perketat Aturan, Pinjol Ilegal di Ujung Tanduk! AFPI Siap Gulung Praktik Nakal

JurnalPatroliNews – Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut positif langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan kebijakan baru terkait pengaturan suku bunga, batas usia penerima dana, dan kategori pemberi dana dalam industri fintech peer-to-peer lending (P2P Lending) atau lebih dikenal sebagai pinjaman online (pinjol).

Kebijakan ini menetapkan suku bunga maksimum yang lebih kompetitif, sekaligus mengatur penerima dana dengan batas usia minimum 18 tahun serta penghasilan minimal Rp3 juta per bulan. Selain itu, OJK juga memperkenalkan klasifikasi pemberi dana menjadi dua kategori, yaitu Profesional dan Non-Profesional, guna meningkatkan transparansi dan mitigasi risiko.

Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah maju untuk menciptakan ekosistem fintech yang lebih sehat, berkelanjutan, dan inklusif. “Kami percaya kebijakan ini akan meningkatkan kualitas pendanaan, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen, serta meminimalkan risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (5/1/2025).

Antisipasi Risiko Pinjol Ilegal
Selain mendukung kebijakan OJK, AFPI juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pinjol ilegal yang marak beroperasi. Entjik menyatakan bahwa kebijakan ini akan mempersempit ruang gerak platform pinjol ilegal yang sering kali merugikan masyarakat melalui bunga tinggi dan praktik penagihan yang melanggar hukum.

AFPI mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih layanan pinjaman online, memastikan bahwa platform yang digunakan telah terdaftar di OJK. “Kami terus mendorong edukasi kepada masyarakat agar memahami risiko dan manfaat pinjaman online. Dengan kebijakan baru ini, diharapkan masyarakat dapat lebih terlindungi,” tambah Entjik.

Dampak Bagi Pelaku Industri
Kebijakan baru ini diprediksi akan membawa dampak multidimensi bagi pelaku industri P2P Lending. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah pembagian kategori pemberi dana. Kategori Profesional mencakup individu atau institusi dengan kemampuan finansial dan pemahaman mendalam terhadap risiko, sementara Non-Profesional mencakup masyarakat umum dengan batasan tertentu untuk melindungi mereka dari risiko berlebih.

“Kami optimis bahwa langkah ini akan mendorong industri fintech di Indonesia ke arah yang lebih terukur dan terpercaya, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif,” jelas Entjik.

Dukungan Teknologi dan Edukasi
AFPI juga berkomitmen mendukung implementasi kebijakan ini melalui kolaborasi dengan anggota asosiasi, terutama dalam pengembangan teknologi untuk meningkatkan transparansi transaksi. Edukasi kepada konsumen dan pelaku usaha akan terus diperluas melalui kampanye digital dan seminar keuangan.

Keputusan OJK ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk menciptakan ekosistem fintech yang lebih stabil dan inklusif, sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri yang terus berkembang pesat.

Komentar