Operasi KRYD Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Rp49 Miliar

JurnalPatroliNews – Jakarta – Selama Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) 2025, Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri berhasil mengungkap 72 kasus destructive fishing.

Operasi yang berlangsung selama 60 hari, mulai dari 24 Februari hingga 25 April 2025, tidak hanya menangkap 101 tersangka tetapi juga menyelamatkan potensi kerugian negara senilai Rp49 miliar.

Brigjen Idil Tabransyah, Direktur Polair Korpolairud Baharkam Polri, menyampaikan bahwa penindakan ini lebih dari sekadar penegakan hukum. Operasi ini juga bertujuan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan mencegah kerugian negara akibat eksploitasi ilegal terhadap hasil laut.

“Tujuan operasi ini adalah untuk menegakkan hukum serta melindungi kelestarian laut kita dan aset negara yang bisa hilang karena penangkapan ikan secara ilegal,” kata Brigjen Idil di Jakarta, pada Jumat (25/4/2025).

Dalam pelaksanaannya, operasi ini melibatkan enam Ditpolairud Polda prioritas, yakni Jatim, NTB, NTT, Sulsel, Sulteng, dan Sultra, serta dukungan dari 29 Ditpolairud Polda lainnya. Lebih dari 45 kapal dikerahkan untuk melakukan pemantauan di wilayah-wilayah yang rawan tindakan ilegal tersebut.

Berbagai jenis pelanggaran yang terungkap selama operasi ini termasuk penggunaan bom ikan, alat tangkap terlarang, bahan kimia berbahaya, serta alat setrum listrik. Dalam beberapa kasus, pihak kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa ratusan detonator, pupuk amonium nitrat, kapal nelayan, alat selam, dan ribuan kilogram ikan yang ditangkap secara ilegal.

Destructive fishing merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan laut kita. Dengan pendekatan yang mencakup langkah-langkah preemtif, preventif, dan represif, kami bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah praktik ini terulang,” tambah Brigjen Idil.

Para tersangka yang terlibat dalam kejahatan tersebut dijerat dengan pasal-pasal dalam UU Darurat 12/1951 dan UU 45/2009 tentang Perikanan. Mereka menghadapi ancaman hukuman yang sangat berat, yakni maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup, serta denda hingga Rp10 miliar.

Komentar