JurnalPatroliNews – Jakarta – Di tengah meningkatnya kompleksitas politik nasional, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI periode 2011–2013, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, meluruskan anggapan yang menurutnya keliru dan menyesatkan terkait dugaan dualisme intelijen antara BIN dan BAIS.
Menurut Ponto, pemisahan kewenangan antara lembaga intelijen negara bukanlah bentuk konflik, melainkan justru memperkuat sistem melalui pembagian fungsi yang spesifik. “Tidak ada satu pun norma dalam sistem hukum Indonesia yang menyatakan bahwa intelijen harus bersifat tunggal dan tersentralisasi,” tegas Ponto, kepada JurnalPatroliNews, Minggu (11/5/2025).
Intelijen Berbeda Lembaga, Tapi Satu Tujuan
Ponto menjelaskan bahwa tiap lembaga negara memiliki tugas yang berbeda, sehingga kebutuhannya terhadap intelijen juga berbeda. TNI memiliki BAIS untuk intelijen pertahanan, Presiden membawahi BIN untuk intelijen strategis dan keamanan nasional, Polri memiliki Badan Intelijen Keamanan (BIK) untuk mendukung tugas penegakan hukum, sementara Kejaksaan memiliki JAMINTEL untuk kepentingan intelijen yustisial.
“Ini bukan dualisme, ini keragaman fungsional dalam satu sistem keamanan nasional. Militer tidak bisa bergantung pada intelijen sipil, begitu pula aparat hukum tidak bisa menggunakan informasi strategis politik untuk operasional,” tambahnya.
Koordinasi Bukan Subordinasi
Ponto menilai bahwa yang perlu diperkuat bukan penyatuan lembaga, melainkan sistem koordinasi dan integrasi informasi. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2019 telah menetapkan peran BIN sebagai koordinator, bukan sebagai komando tunggal atas seluruh intelijen.
“Koordinasi bukan subordinasi. Yang diperlukan adalah kerja sama antarlembaga, bukan penyeragaman yang bisa merusak independensi fungsi masing-masing,” ujarnya.
Alasan Sistem Intelijen Terpisah Perlu Dipertahankan
Lebih lanjut, Ponto menyebutkan tiga alasan utama mengapa pemisahan fungsi intelijen tetap relevan dan harus dipertahankan:
- Mencegah Konsentrasi Kekuasaan: Menyatukan seluruh fungsi intelijen ke dalam satu lembaga akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.
- Efektivitas Kinerja: BAIS hanya akan optimal jika berada dalam struktur militer, sementara BIN efektif dalam konteks sipil dan pemerintahan strategis.
- Menjaga Netralitas Politik: Sistem ini menjamin bahwa intelijen tidak menjadi alat kekuasaan satu pihak.
Yang Salah Bukan Sistem, Tapi Cara Pandang
“Saya tegaskan kembali, tidak ada dualisme antara BIN dan BAIS. Yang ada adalah diferensiasi fungsional yang sesuai dengan struktur ketatanegaraan kita,” tutup Ponto.
Ia juga mengingatkan agar wacana publik tidak terjebak pada penyederhanaan konsep sistem intelijen yang kompleks. “Kalau ada yang melihat intelijen kita terpecah, maka yang perlu ditinjau adalah pemahaman tentang struktur negara, bukan menyalahkan sistem intelijen yang sudah sesuai porsinya.”
Komentar