JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Indonesia menilai bahwa regulasi Uni Eropa terkait deforestasi, yang dikenal sebagai European Union Deforestation Regulation (EUDR), menuai banyak penolakan karena memiliki sejumlah ketentuan yang dianggap bermasalah.
Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan bahwa ada tiga isu utama dalam regulasi ini yang mendapat kritik dari berbagai negara. Pertama, EUDR mewajibkan pelaku usaha dan pemerintah untuk berbagi data sektor perkebunan, tanpa adanya kejelasan mengenai standar maupun perlindungan terhadap data tersebut.
“Bahkan perlindungan data dalam regulasi ini belum memiliki kepastian dari pihak Uni Eropa,” ujar Arif dalam pertemuan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Isu kedua yang menjadi sorotan adalah metode penilaian risiko negara (Benchmark Risiko Negara), yang menurutnya tidak memiliki dasar yang jelas. “Kita pun belum mengetahui apa yang menjadi dasar benchmark tersebut, apakah berdasarkan negara atau jenis komoditas?” tegas Arif.
Ketiga, Arif menyoroti bahwa sejumlah perusahaan di Eropa, termasuk di Jerman, menolak EUDR dan bahkan menggugat regulasi yang telah disahkan oleh Parlemen dan Dewan Eropa, terutama terkait dengan kebijakan berbagi data.
“Jadi bukan hanya Indonesia yang keberatan, tetapi juga Amerika Serikat, Brasil, dan berbagai negara lain mengalami masalah dengan EUDR, termasuk industri di Jerman sendiri,” ungkap Arif.
Komentar