JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah kini resmi melarang praktik perusahaan yang menahan ijazah milik karyawan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/5/HK.04.00/V/2025 yang dirilis pada 20 Mei 2025.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menanggapi aturan ini dengan menyebut bahwa kasus penahanan ijazah seharusnya dinilai berdasarkan konteks masing-masing. Ia mengungkapkan bahwa ada situasi di mana karyawan menyerahkan ijazah sebagai jaminan, terutama ketika mengajukan pinjaman kepada perusahaan tanpa memiliki agunan lainnya.
“Ijazah memang tidak boleh disita sembarangan. Tapi kita juga perlu telusuri latar belakangnya. Bisa saja ada unsur pinjaman yang membuat ijazah dijadikan jaminan,” ujar Bob, Rabu (21/5/2025).
Meski demikian, ia menekankan bahwa penahanan dokumen pendidikan untuk tujuan membatasi mobilitas kerja karyawan jelas merupakan tindakan yang keliru. “Kalau tujuannya agar karyawan tidak bisa pindah kerja, tentu itu melanggar aturan,” tegasnya.
Di sisi lain, perwakilan buruh menyambut baik keputusan pemerintah tersebut. Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Diding Sudrajat, menyatakan bahwa ijazah adalah bentuk penghargaan akademik yang bersifat pribadi dan tak sepatutnya ditahan oleh perusahaan.
“Ijazah adalah dokumen pribadi yang mewakili prestasi seseorang dalam pendidikan. Perusahaan tidak punya hak menyimpan apalagi menyandera dokumen itu,” ucap Diding.
Ia juga menyoroti masih banyaknya kasus penahanan ijazah oleh perusahaan, terutama di sektor-sektor yang padat karya. “Ini mempermalukan industri nasional. Masa iya masih ada praktik seperti ini di era sekarang?” kritiknya.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa dengan diberlakukannya surat edaran tersebut, tidak ada alasan lagi bagi perusahaan untuk menyimpan dokumen milik karyawan, termasuk ijazah atau dokumen pribadi lainnya.
Surat edaran itu dibuat sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak pekerja demi terciptanya kondisi kerja yang manusiawi dan layak. Pemerintah berharap perusahaan menghormati aturan tersebut dan segera menyesuaikan kebijakannya.
Komentar