Polri Bongkar Praktik Oplosan Gas Elpiji di Karawang dan Semarang, Keuntungan Capai Miliaran

JurnalPatroliNews – Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pengoplosan gas LPG bersubsidi ukuran 3 kilogram ke dalam tabung nonsubsidi 12 kilogram. Praktik ilegal ini berlangsung di dua lokasi berbeda, yakni Karawang, Jawa Barat dan Semarang, Jawa Tengah.

Brigjen Pol Nunung Syaifuddin selaku Direktur Tindak Pidana Tertentu menjelaskan bahwa pengoplosan di Karawang dilakukan di sebuah pangkalan gas resmi milik tersangka berinisial TN. Dalam penggerebekan, aparat menemukan selang regulator yang sudah dimodifikasi untuk memindahkan isi tabung 3 kg ke tabung yang lebih besar.

“Pangkalan gas itu yang justru terlibat langsung dalam pengoplosan. Gas yang baru dibeli dari pangkalan langsung dipindahkan ke tabung nonsubsidi,” ujar Nunung dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).

Tersangka TN mengakui bahwa dari aksi pengoplosan tersebut, ia mampu meraup keuntungan sekitar Rp106 juta per bulan. Bila dikalkulasikan dalam setahun, total keuntungan mencapai lebih dari Rp1,2 miliar.

Sementara itu, di Semarang, praktik serupa ditemukan di sebuah gudang bekas pangkalan gas di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, masing-masing berinisial FZSW alias A, DS, dan KKI.

Gudang tersebut masih menggunakan papan izin lama, padahal izinnya sudah dicabut sejak 2020 karena menjual gas di atas harga eceran tertinggi (HET). Dengan menyamarkan aktivitasnya, mereka melakukan proses pemindahan gas secara tersembunyi pada malam hari hingga dini hari.

Setiap harinya, para pelaku mampu memindahkan isi 50 hingga 60 tabung ke dalam tabung 12 kg. Bahkan jika bekerja berdua, jumlah itu bisa meningkat menjadi 100 hingga 120 tabung besar per hari. Proses ini membutuhkan 400 hingga 480 tabung gas subsidi sebagai bahan baku.

Seluruh kegiatan dilakukan tertutup. Pintu masuk gudang dikendalikan dengan sistem remote dan hanya dapat dibuka dari dalam kantor yang dipasangi CCTV. Hal ini memungkinkan pelaku untuk memonitor tamu atau petugas yang datang.

Tabung-tabung hasil oplosan kemudian disusun rapi di gudang dan siap disalurkan ke pasar.

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 55 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.

Komentar