JurnalPatroliNews – Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengisyaratkan bahwa program penghentian operasional atau pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan tetap dilanjutkan.
Langkah ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan. Pemerintah mulai berinvestasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti bertahap PLTU dalam penyediaan listrik.
“Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan geothermal memiliki potensi untuk mengambil alih peran PLTU dalam memenuhi kebutuhan energi,” ujar Yuliot di Ternate, Kamis (31/10/2024).
Namun, ia juga menegaskan bahwa proses penghentian dini PLTU akan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan ketersediaan sumber energi di berbagai wilayah. Pemerintah akan terus melakukan kajian mendalam untuk memastikan implementasi yang tepat menuju target net zero emission pada 2060.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa berdasarkan studi, sebanyak 13 unit PLTU berpotensi dihentikan lebih awal.
Total kapasitas PLTU tersebut mencapai 4,8 gigawatt (GW) dengan potensi emisi karbon sekitar 66 juta ton CO2. Eniya menambahkan bahwa roadmap untuk pensiun dini PLTU ini akan dirumuskan dalam bentuk keputusan menteri (Kepmen) guna memperjelas tahapan penghentian.
Di antara 13 PLTU yang teridentifikasi, beberapa PLTU besar seperti Suralaya di Banten, Paiton di Jawa Timur, dan Ombilin di Sumatera Barat disebut-sebut masuk dalam daftar untuk dihentikan operasionalnya lebih awal.
PLTU Ombilin bahkan diprioritaskan untuk segera dimatikan, mengingat usia dan tingkat efisiensi operasinya.
Eniya menambahkan bahwa sebagian unit PLTU yang berusia lanjut mungkin akan berhenti beroperasi dengan sendirinya pada 2030. Mengikuti skenario coal phase down, unit-unit PLTU ini akan dibiarkan hingga berakhirnya masa kontrak, yang memungkinkan mereka pensiun secara “natural” tanpa perlu perpanjangan operasional.
Komentar