JurnalPatroliNews – Jakarta – Kebijakan tarif baru yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menimbulkan tanda tanya. Kali ini, sasarannya bukan hanya negara-negara besar, tetapi juga Kepulauan Heard dan McDonald sebuah wilayah tandus yang hanya dihuni oleh penguin di dekat Antartika.
Tarif 10% untuk Pulau Kosong?
Pulau vulkanik yang tertutup gletser ini sebenarnya merupakan bagian dari wilayah Australia. Namun, dalam daftar yang dirilis Gedung Putih, Kepulauan Heard dan McDonald masuk dalam kategori negara yang dikenai tarif impor sebesar 10%.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikan keterkejutannya terhadap kebijakan ini.
“Sepertinya tidak ada satu pun tempat di dunia yang bisa lolos dari tarif ini,” ujar Albanese, Kamis (3/4/2025), dikutip dari The Guardian.
Misteri Ekspor dari Pulau Tak Berpenghuni
Meskipun pulau tersebut tidak memiliki penduduk, infrastruktur, maupun aktivitas industri yang jelas, data Bank Dunia mencatat bahwa Amerika Serikat mengimpor barang senilai USD 1,4 juta (Rp 23 miliar) dari Kepulauan Heard dan McDonald pada 2022.
Barang yang tercatat sebagai impor dari pulau ini sebagian besar dikategorikan sebagai “mesin dan listrik”, meskipun tidak ada informasi jelas mengenai jenis produk yang dimaksud. Sebelumnya, ekspor dari wilayah ini ke AS hanya berkisar antara USD 15.000 hingga USD 325.000 per tahun.
Selain Kepulauan Heard dan McDonald, Pulau Christmas, Kepulauan Cocos (Keeling), dan Pulau Norfolk—yang semuanya merupakan bagian dari Australia—juga terkena dampak tarif Trump.
Pulau Norfolk bahkan tercatat mengekspor alas kaki kulit senilai USD 413.000 (Rp 6,8 miliar) ke AS pada 2023. Namun, klaim ini langsung dibantah oleh Administrator Pulau Norfolk, George Plant.
“Setahu saya, Pulau Norfolk tidak mengekspor apa pun ke Amerika Serikat. Saya juga tidak tahu bagaimana data ini bisa muncul,” kata Plant.
Tarif yang Tak Masuk Akal?
Hingga kini, Gedung Putih belum memberikan alasan jelas mengapa pulau-pulau terpencil ini masuk dalam daftar tarif perdagangan. Sementara itu, pihak Australia masih terus mencoba memahami dampak kebijakan ini terhadap hubungan dagang kedua negara.
Komentar