Restorative Justice di Kejaksaan Dijaga Ketat, Tak Bisa Sembarangan Diberlakukan

JurnalPatroliNews – Yogyakarta – Kejaksaan Republik Indonesia menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) tidak dilakukan secara sembarangan. Untuk memastikan proses ini berjalan sesuai hukum dan terhindar dari praktik-praktik menyimpang, mekanisme berlapis telah diterapkan secara ketat.

Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Suroto, menjelaskan bahwa sebelum suatu perkara diselesaikan melalui jalur RJ, jaksa terlebih dulu meneliti secara menyeluruh apakah kasus tersebut memenuhi syarat yang telah ditentukan. Selain itu, dilakukan juga analisa terhadap latar belakang pelaku melalui proses profiling, untuk melihat bagaimana kesehariannya di lingkungan sekitar.

“Prosedur RJ tidak serta-merta dijalankan hanya karena berkas perkara memenuhi syarat. Kami menilai pula bagaimana karakter pelaku, bagaimana sikap masyarakat terhadapnya, serta apakah ada itikad baik untuk berdamai,” ujar Suroto dalam pernyataan resmi, Sabtu (21/6/2025).

Adapun syarat utama agar sebuah perkara bisa diajukan ke jalur RJ antara lain: pelaku merupakan pelanggar hukum untuk pertama kalinya, tindak pidana yang dilakukan tidak diancam hukuman lebih dari lima tahun, serta adanya kesepakatan damai antara pelaku dan korban. Respon positif dari masyarakat juga menjadi indikator penting untuk memastikan proses pemulihan hubungan berjalan efektif.

Menambahkan pernyataan Suroto, Agustinus Herimulyanto, Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Perbankan di Direktorat UHLBEE Jampidsus, menegaskan bahwa proses pengajuan RJ dilakukan secara berjenjang. Dari Kejaksaan Negeri hingga Kejaksaan Tinggi, semua permohonan RJ harus dipaparkan dan mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) dan bahkan Jaksa Agung.

“Tidak ada ruang untuk keputusan sepihak. Seluruh proses pengajuan RJ harus melewati kontrol berlapis dari Kejari, Kejati, hingga Jampidum. Jadi, keputusan akhir berada di bawah pengawasan langsung Jaksa Agung,” tegas Agustinus.

Dengan mekanisme yang ketat dan terstruktur ini, Kejaksaan memastikan bahwa keadilan restoratif benar-benar digunakan sebagai sarana pemulihan, bukan sebagai celah untuk manipulasi atau penyimpangan hukum.

Komentar