Dalam rancangan RKUHAP yang saat ini dibahas, disebutkan bahwa kewenangan jaksa hanya terbatas pada peran “konsultatif” dan “koordinatif” apabila berkas perkara belum lengkap. Sayangnya, tidak terdapat ketentuan yang secara eksplisit memberi jaksa kewenangan korektif yang bersifat mengikat. Menurut Agung, kekosongan ini dapat melemahkan daya jangkau jaksa dalam menjamin keutuhan, ketepatan, dan kebenaran materiil perkara sebelum sampai ke persidangan.
Ia membandingkan kondisi tersebut dengan praktik di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Belanda, dan Malaysia. Di banyak yurisdiksi tersebut, jaksa tidak hanya berperan sebagai penuntut, tetapi juga memiliki kewenangan yang cukup untuk memastikan kelengkapan dan akurasi substansi perkara. Mereka dapat mengakses langsung alat bukti, memanggil saksi dan ahli, serta bahkan mengambil alih proses penyidikan apabila dirasa diperlukan. Pendekatan ini dinilai memberikan jaminan yang lebih kuat terhadap kualitas pembuktian dan integritas proses hukum.
Agung juga mencatat bahwa Pasal 64 RKUHAP hanya menempatkan jaksa sebagai pihak yang memberikan petunjuk dan meneliti berkas perkara, tanpa disertai instrumen untuk melakukan penyelidikan tambahan secara langsung terhadap fakta yang meragukan. Konsekuensinya, jaksa dapat terjebak dalam posisi pasif, meskipun ia tetap memikul tanggung jawab penuh dalam proses persidangan. Ketidakseimbangan ini menurutnya tidak hanya membatasi ruang gerak kejaksaan, tetapi juga berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Sorotan lain diarahkan pada mekanisme kerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yang sampai saat ini belum memiliki jalur koordinasi langsung dengan penuntut umum. Seluruh proses penyampaian hasil penyidikan PPNS masih harus melalui perantara kepolisian, yang dalam beberapa kasus menimbulkan keterlambatan administratif. Berbeda dengan Indonesia, di negara-negara seperti Belanda dan Jepang, lembaga sejenis PPNS memiliki akses koordinatif langsung dengan kejaksaan, sehingga dapat menjaga efisiensi dan independensi proses penyidikan.
Komentar