Menelisik RKUHAP: Akankah Jaksa jadi Penonton ?

Sebagai usulan perbaikan, Agung menyarankan agar RKUHAP secara eksplisit memuat norma hukum yang memberi jaksa kewenangan melakukan pemeriksaan tambahan, memanggil pihak-pihak terkait, serta mengakses langsung berbagai bentuk alat bukti penting. Selain itu, ia juga mendorong agar jaksa diberi hak mengambil alih penyidikan apabila terdapat indikasi bahwa petunjuk hukum tidak dijalankan dalam batas waktu yang wajar. Ha ini diperlukan agar pelayanan masyarakat dalam proses hukum terlayani dengan baik, sebagaimana cita-cita negara hukum dan konsep reformasi birokrasi.

Ia mengingatkan bahwa ketentuan dalam RKUHAP yang memungkinkan penyidik menghentikan perkara secara sepihak seyogyanya dikaji ulang. Untuk menjaga prinsip akuntabilitas dan mencegah potensi penyalahgunaan, setiap proses penghentian perkara diharapkan idealnya berada dalam pengawasan institusi kejaksaan sebagai pihak yang mewakili kepentingan negara dalam proses penuntutan “membuktikan” (bukan memutuskan) benar dan salahnya seseorang, karena penyidikan merupakan rangkaian dari proses penuntutan yang tidak terpisah.

Agung menutup artikelnya dengan menegaskan bahwa dominus litis bukan sekadar istilah dalam ranah teknis hukum, melainkan cerminan dari prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Ia menekankan bahwa sistem hukum nasional perlu memberikan ruang yang memadai bagi jaksa untuk menjalankan tanggung jawabnya secara utuh. Dengan demikian, penguatan peran kejaksaan dalam RKUHAP bukan hanya relevan secara kelembagaan, tetapi juga menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan sistem peradilan yang adil, terintegrasi, dan sejalan dengan harapan masyarakat. Artikel ini dimaksudkan untuk menutup celah permasalahan penanganan perkara selama ini, ujarnya.

Komentar